Wednesday, September 26, 2012

Yasir Qadhi Lectures

Secara ga sengaja ngeliat video syaikh Yasir Qadhi ini di tautan teman di facebook.. terus jadi ngefans deh. Masha Allah bagus penyampaiannya, wawasannya luas.


Dan ternyata ada Facebook Pagenya, disitu lebih banyak lagi lectures2 bermutu yang dishare disana...

Tuesday, September 11, 2012

Tanah Suci

BARANG TEMUAN DI MEKKAH TIDAK BOLEH DIMILIKI

Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah saya boleh mengambil barang yang hilang di Mekkah dan membawanya lalu mengumumkan di tempat saya tinggal? Ataukah yang wajib atas saya memberitahukannya di pintu-pintu masjid, pasar dan lainnya di Mekkah al-Mukarramah?

Jawaban
Barang temuan di Mekkah secara khusus tidak halal diambil kecuali oleh orang yang akan mengumumkannya atau menyerahkan kepada pihak berwenang yang mengurusi harta seperti itu. Sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Dan tidak halal mengambil barang temuan di Mekkah kecuali orang yang akan mengumumkannya”

Adapun hikmah dibalik itu adalah, bahwa barang yang hilang jika masih di tempatnya maka boleh jadi pemiliknya akan kembali kepada tempat tersebut dan akan mendapatkannya. Atas dasar ini, kami mengatakan kepada saudara penanya, bahwa kamu wajib mengumumkannya di Mekkah al-Mukarramah di tempat ditemukannnya barang dan sekitarnya, seperti di pintu-pintu masjid dan tempat-tempat berkumpulnya manusia. Dan jika tidak, maka serahkanlah barang tersebut kepada para petugas yang khusus menangani barang hilang atau yang lainnya.




MEMOTONG POHON DI TANAH SUCI

Oleh: Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin

Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apa yang wajib dilakukan orang yang memotong pohon di tanah suci? Dan apa batas-batas tanah suci?

Jawaban
Siapa yang memotong pohon besar di Mekkah maka dia wajib menyembelih unta, dan jika pohonnya kecil wajib menyembelih kambing. Sedangkan kesalahan karena mencabut rumput maka ditentukan nilainya oleh hakim. Tetapi diperbolehkan memotong dahan yang menjulur ke jalan dan mengganggu orang yang lewat. Sebagaimana juga boleh memotong tumbuhan yang di tanam manusia.

Adapun batas-batas tanah haram adalah telah maklum. Di mana pada batas akhirnya terdapat rambu-rambu jelas yang terdapat di jalan-jalan, seperti yang terdapat di antara Muzdalifah dan Arafah, di jalan ke Jeddah dekat Al-Syumaisi, di Hudaibiyah dan lain-lain.


BURUNG MERPATI DI TANAH SUCI TIDAK MEMPUNYAI KELEBIHAN ATAS BURUNG MERPATI DI TEMPAT LAIN

Oleh: Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta

Pertanyaan.
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya : Seseorang yang haji mengatakan bahwa burung merpati di Madinah jika telah dekat waktunya untuk mati, maka dia pergi ke Mekkah dan membelah langit di atas Ka’bah sebagai perpisahan kepadanya, kemudian mati setelah terbang beberapa mil. Apakah demikian ini benar ataukah tidak, mohon penjelasan?

Jawaban.
Burung merpati Madinah, bahkan burung merpati Mekkah, tidak mempunyai keistimewaan khusus atas burung merpati lainnya. Hanya saja dilarang menjadikan burung merpati di tanah suci sebagai buruan atau mengusirnya bagi orang yang sedang ihram haji atau umrah, bahkan bagi orang yang tidak sedang ihram, jika burung merpati berada di Mekkah atau di Madinah. Tapi jika keluar dari kedua tanah suci, maka boleh menangkapnya dan menyembelihnya bagi orang yang tidak ihram haji atau umrah berdasarkan firman Allah.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram” [Al-Ma’idah : 95]

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Allah memuliakan kota Mekkah, maka tidak halal bagi seseorang sebelumku dan juga setelahku. Sesungguhnya dia halal bagiku sesaat dari waktu siang. Tidak boleh dicabut tanamannya, tidak boleh dipotong pohonnya dan tidak boleh diusir binatang buruannya” [HR Bukhari]

Dan dalam hadits lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Nabi Ibrahim memuliakan Mekkah dan aku memuliakan Madinah. Tidak boleh dipotong pohonnya dan tidak boleh diburu binatang buruannya” [HR Muslim]

Maka barangsiapa yang menyatakan bahwa burung merpati mana pun yang di Madinah jika dekat ajalnya terbang ke Mekkah dan melintas di atas Ka’bah, maka dia orang bodoh yang mendalihkan sesuatu tanpa dasar yang shahih. Sebab ajal (kematian) tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah. Firman-Nya.

“Artinya : Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi manapun dia akan mati” [Luqman ; 34]

Sedangkan perpisahan dengan Ka’bah adalah dengan melakukan thawaf di sekelilingnya, dan itupun bagi orang haji dan umrah. Maka menyatakan bahwa burung merpati mengetahui ajalnya dan berpamitan ke Ka’bah dengan terbang di atasnya adalah suatu dalil yang bohong dan tidak akan berani melakukannya kecuali orang bodoh yang membuat kebohongan kepada Allah dan kepada hamba-hambaNya.

Dan kepada Allah kita mohon pertolongan. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhamamd, keluarga dan shahabatnya.

[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustakan Imam Asy-Syafi'i. Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Saturday, September 8, 2012

Adab Menuju ke Masjid

* Sumber: carasholat.com & muslim.or.id

Berikut di antara beberapa adab yang perlu diperhatikan seorang muslim ketika hendak melakukan shalat berjamaah di masjid :

Memilih Pakaian yang Bagus, Sopan, Suci.
Hendaknya kita memilih pakaian yang bagus saat pergi ke masjid. Allah tidak hanya memerintahkan kita untuk sekedar memakai pakaian yang menutup aurat, akan tetapi memerintahkan pula untuk memperbagus pakaian, lebih-lebih lagi ketika akan pergi ke masjid. Allah Ta’ala berfirman
يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al A’raf: 31).
Dari ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa kita dianjurkan untuk berhias ketika shalat, lebih-lebih ketika hari jumat dan hari raya. Termasuk dalam hal ini memakai parfum bagi laki-laki.
Namun sekarang banyak kita jumpai kaum muslimin yang ketika pergi ke masjid hanya mengenakan pakaian seadanya padahal ia memiliki pakaian yang bagus. Bahkan tidak sedikit yang mengenakan pakaian yang penuh gambar atau berisi tulisan-tulisan kejahilan. Akibatnya, mau tidak mau orang yang ada dibelakangnya akan melihat dan membacanya sehingga mengganggu konsentrasi dan kekhusyukan shalat.

Adab Ke Masjid Bagi Wanita
Jika seorang wanita hendak pergi ke masjid, ada beberapa adab khusus yang perlu diperhatikan :
Meminta izin kepada suami atau mahramnya
Tidak menimbulkan fitnah
Menutup aurat secara lengkap
Tidak berhias dan memakai parfum
Abu Musa radhiyallahu‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ وَالْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِالْمَجْلِسِ فَهِىَ كَذَا وَكَذَا يَعْنِى زَانِيَةً ».
“Setiap mata berzina dan seorang wanita jika memakai minyak wangi lalu lewat di sebuah majelis (perkumpulan), maka dia adalah wanita yang begini, begini, yaitu seorang wanita pezina”. (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih At Targhib wa At Tarhib 2019).

Berwudhu dari Rumah.
Sebelum pergi ke masjid, hendaknya berwudhu sejak dari rumah, sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً
“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu dari kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan, maka kedua langkahnya salah satunya akan menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim 1553)

Membaca Doa Keluar Rumah
Di antara doa yang disyariatkan adalah
بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah.

Membaca doa ini ketika keluar rumah memiliki keutamaan besar, sebagaimana disebutkan dalam hadis Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Apabila ada orang yang keluar dari rumahnya, kemudian dia membaca doa di atas, dikatakan kepadanya:
هُدِيتَ، وَكُفِيتَ، وَوُقِيتَ
‘Kamu diberi petunjuk, kamu dicukupi, dan kamu dilindungi‘
maka setan-setanpun berteriak. Kemudian ada salah satu setan yang berkata kepada lainnya: “Bagaimana mungkin kalian bisa menggoda orang yang sudah diberi petunjuk, dicukupi, dan dilindungi.” (HR. Abu Daud, Turmudzi dan dishahihkan Al-Albani)

Keterangan:
1. Doa ini sangat ringkas, mudah dibaca, namun keutamannya besar
2. Tidak dijumpai riwayat yang menganjurkan mengangkat tangan ketika membaca doa ini.

Gunakan sandal atau alas kaki lainnya dengan mendahulukan kaki kanan.
Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka mendahulukan yang kanan, ketika memakai sandal, menyisir rambut, bersuci, dan yang lainnya.” (HR. Bukhari, Ahmad dan yang lainnya)
 
Berjalan menuju masjid dengan tenang
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا سمعتم الإقامة فامشوا إلى الصلاة وعليكم السكينة والوقار، ولا تُسرعوا
“Apabila kalian mendengar iqamah, berjalanlah menuju shalat dan kalian harus tenang, dan jangan buru-buru…” (HR. Bukhari & Muslim)
Di samping itu, dengan berjalan tenang, kita akan mendapatkan banyak pahala. Karena setiap langkah kaki kita dicatat sebagai pahala dan menghapus dosa.
Di antara hikmah larangan terburu-buru ketika shalat, agar kita tidak ngos-ngosan ketika melaksanakan shalat. Nafas tersengal-sengal ketika shalat, bisa menyebabkan shalat kita menjadi sangat terganggu.

Membaca doa menuju masjid
Ketika hendak menuju masjid, dianjurkan membaca :
اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي بَصَرِي نُورًا وَفِي سَمْعِي نُورًا وَعَنْ يَمِينِي نُورًا وَعَنْ يَسَارِي نُورًا وَفَوْقِي نُورًا وَتَحْتِي نُورًا وَأَمَامِي نُورًا وَخَلْفِي نُورًا وَاجْعَلْ لِي نُورًا
“Allahummaj’al fii qolbi nuura wa fii bashari nuura wa fii sam’i nuura wa ‘an yamiinihi nuura wa ‘an yasaarii nuura wa fauqi nuura wa tahti nuura wa amaami nuura wa khalfi nuura waj’al lii nuura (Ya Allah jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dari kananku, cahaya dari kiriku, cahaya dari belakangku, dan jadikanlah untukku cahaya” (H.R Muslim 763).

Sesampainya di masjid, lepas sandal dengan mendahulukan kaki kiri.
Sunah ini dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِالْيُمْنَى، وَإِذَا خَلَعَ فَلْيَبْدَأْ بِالْيُسْرَى
“Apabila kalian memakai sandal, mulailah dengan kaki kanan, dan jika melepas, mulailah dengan kaki kiri.” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan Al-Albani)
Agar Anda tetap bisa masuk masjid dengan kaki kanan, setelah melepas sandal, kaki jangan langsung diinjakkan ke lantai masjid, tapi diinjakkan dulu ke tanah atau ke sandal kiri yang sudah dilepas. Kemudian naiklah ke lantai masjid dengan kaki kanan.
 
Masuk masjid mendahulukan kaki kanan.
Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka mendahulukan yang kanan, ketika memakai sandal, menyisir rambut, bersuci, dan yang lainnya.” (HR. Bukhari, Ahmad dan yang lainnya)
Para ulama mengatakan, semua kegiatan yang baik, dianjurkan mendahulukan bagian tubuh yang kanan. Termasuk dalam hal ini adalah mendahulukan kaki kanan ketika masuk masjid.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, mengatakan,
من السنة إذا دخلت المسجد أن تبدأ برجلك اليمنى، وإذا خرجت أن تبدأ برجلك اليسرى
“Termasuk ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika anda masuk masjid, anda mendahulukan kaki kanan dan ketika keluar anda mendahulukan kaki kiri.” (HR. Hakim, beliau shahihkan dan disetujui Ad-Dzahabi)

Berdoa ketika masuk masjid
Ada banyak doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sekali lagi, sikap yang tepat adalah diamalkan semuanya. Berikut beberapa doa ketika masuk masjid,

بِسْمِ اللهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللهِ
“Bismillah, shalawat dan salam untuk Rasulillah.” (HR. Ibnu Sunni, Abu Daud, dan dishahihkan Al-Albani)

اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Ya Allah, buka-kanlah pintu rahmatmu untukku.” (HR. Muslim)

أَعُوذُ بِاللَّهِ الْعَظِيمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيمِ، وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung, dengan wajah-Nya yang Mulia, dengan kekuasan-Nya yang langgeng, dari godaan setan yang terkutuk.”

Untuk doa terakhir ini, terdapat keutamaan khusus:
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika masuk masjid, beliau membaca doa di atas. Kemudian beliau bersabda,
فَإِذَا قَالَ: ذَلِكَ قَالَ الشَّيْطَانُ: حُفِظَ مِنِّي سَائِرَ الْيَوْمِ
“Jika orang membaca doa ini, maka setan berteriak, ‘Orang ini dilindungi dariku sepanjang hari.’” (HR. Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani)

Shalat tahiyatul masjid jika masih memungkinkan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan,
فَإِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ، فَلَا يَجْلِسْ حَتَّى يَرْكَعَ رَكْعَتَيْنِ
“Apabila kalian masuk masjid, jangan duduk, sampai shalat dua rakaat.” (HR. Muslim)
Itulah shalat tahiyatul masjid.

Mendekati sutrah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan,
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلَى سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا
“Apabila kalian hendak shalat, laksanakanlah dengan menghadap ke sutrah, dan mendekatlah ke sutrah.“
Sutrah bisa berupa tembok, tiang, atau benda-benda lainnya.

Menjawab panggilan azan
Ketika mendengar adzan, dianjurkan untuk menjawab adzan. Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمُ النِّدَاءَ فَقُوْلُوْا مِثْلَ مَا يَقُوْلُ الْمُؤَذِّنُ
“Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin.” (HR. Bukhari 611 dan Muslim 846)

Ketika muadzin sampai pada pengucapan hay’alatani yaitu kalimat{ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ,  حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ} disenangi baginya untuk menjawab dengan hauqalah yaitu kalimat { لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ } sebagaimana ditunjukkan dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ أَحَدُكُمُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، فَقاَلَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، قَالَ: لاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ، قَالَ: لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ؛ ثُمَّ قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ؛ ثُمَّ قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، قَالَ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ؛ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Apabila muadzin mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka hendaklah  kalian yang mendengar menjawab, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Kemudian muadzin mengatakan, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah”, maka dijawab, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.” Muadzin mengatakan setelah itu, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, maka maka dijawab, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alash Shalah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alal Falah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Kemudian muadzin berkata, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka dijawab, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Dan muadzin berkata, “Laa Ilaaha illallah”, maka dijawab, “La Ilaaha illallah” Bila yang menjawab adzan ini mengatakannya dengan keyakinan hatinya niscaya ia pasti masuk surga.” (HR. Muslim. 848)

Ketika selesai mendengarkan adzan, dianjurkan membaca doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut :
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang setelah mendengar adzan membaca doa : Allahumma Robba hadzihid da’wattit taammah was shalatil qaaimah, aati muhammadanil wasiilata wal fadhiilah wab’atshu maqaamam mahmuudanil ladzi wa ‘adtahu “(Ya Allah pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat yang didirikan berilah Muhammad wasilah dan keutamaan dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan padanya) melainkan dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.” (HR. Bukhari 94)

Memanfaatkan waktu antara azan & iqomah.
Hendakanya kita memanfaatkan waktu antara adzan dan iqomah dengan amalan yang bermanfaat seperti shalat sunnah qabliyah, membaca al quran, berdizikir, atau berdoa. Waktu ini  merupakan waktu yang dianjurkan untuk berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:
الدعاء لا يرد بين الأذان والإقامة
“Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak” (HR. Tirmidzi, 212, ia berkata: “Hasan Shahih”)

Boleh juga diisi dengan membaca quran atau mengulang-ulang hafalan alquran asalkan tidak dengan suara keras agar tidak mengganggu orang yang berdzikir atau sedang shalat sunnah. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
لا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة أو قال في الصلاة
“Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan suara dalam membaca Al Qur’an,’ atau beliau berkata, ‘Dalam shalat’,” (HR. Abu Daud.1332, Ahmad, 430, dishahihkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Nata-ijul Afkar, 2/16).

Jika Iqamat sudah dikumandangkan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا صَلَاةَ إِلَّا الْمَكْتُوبَةُ
 Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Jika shalat wajib telah dilaksanakan, maka tidak beleh ada shalat lain selain shalat wajib” (H.R Muslim 710)
Berdasarkan hadits di atas, jika seseorang sedang shalat sunnah kemudian iqamah telah dikumandangkan, maka tidak perlu melanjutkan shalat sunnah tersebut dan langsung ikut shalat wajib bersama imam.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا صَلَاةَ إِلَّا الْمَكْتُوبَةُ

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Jika shalat wajib telah dilaksanakan, maka tidak beleh ada shalat lain selain shalat wajib” (H.R Muslim 710).
Berdasarkan hadits di atas, jika seseorang sedang shalat sunnah kemudian iqamah telah dikumandangkan, maka tidak perlu melanjutkan shalat sunnah tersebut dan langsung ikut shalat wajib bersama imam.

Merapikan barisan shalat
Perkara yang harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan adalah permasalahan lurus dan rapatnya shaf (barisan dalam shalat). Masih banyak kita dapati di sebagian masjid, barisan shaf yang tidak rapat dan lurus
Dijelaskan di dalam hadits dari sahabat Abu Abdillah Nu’man bin Basyir, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَتُسَوُّنَّ سُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوْهِكُمْ
 “Hendaknya kalian bersungguh- sungguh meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah sungguh-sungguh akan memperselisihkan di antara wajah-wajah kalian” (HR. Bukhari 717 dan Muslim 436).

Tidak mendahului gerakan imam
Imam shalat dijadikan sebagai pemimpin dan wajib diikuti dalam shalat, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ
“Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah menyelisihnya. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah. Dan bila ia mengatakan ‘sami’allahu liman hamidah’, maka katakanlah,’Rabbana walakal hamdu’. Apabila ia sujud, maka sujudlah. Dan bila ia shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian dengan duduk semuanya“. (H.R. Bukhari 734).

Rasulullah memberikan ancaman keras bagi seseorang yang mendahului imam, seperti disebutkan dalam hadits berikut:
َ أَمَا يَخْشَى الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَار
“Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam takut jika Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai? “(H.R Bukhari 691)

Berdoa saat keluar masjid
Dari Abu Humaid atau dari Abu Usaid dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaknya dia membaca, “Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan apabila keluar, hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya Allah, aku meminta kurnia-Mu).” (HR. Muslim. 713)
Ketika kelauar masjid dmulai dengan kaki kiri terlebih dahulu.

Dari Abu Humaid atau dari Abu Usaid dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ وَإِذَا خَرَجَ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ
“Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaknya dia membaca, “Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan apabila keluar, hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya Allah, aku meminta kurnia-Mu).” (HR. Muslim. 713)
Ketika keluar masjid dmulai dengan kaki kiri terlebih dahulu.

Friday, September 7, 2012

Seputar Shalat di Kendaraan

Tayamum
Jika terpaksa shalat di dalam bus atau di pesawat, terkadang kita pun terpaksa bertayamum. Panduan lengkap tata cara tayamum sesuai sunnah Nabi SAW bisa merujuk ke sini.  Untuk videonya bisa melihat dibawah.



Tata Cara Shalat di dalam Kendaraan
* Diambil dari konsultasisyariah.com. Dijawab oleh Ustadz Abdullah Roy, Lc.

Pertanyaan:
Assalamualaikum, ustadz bagaimana tata cara shalat di dalam kereta ekonomi baik dalam tata cara menghadap kiblat dan berdirinya, apakah kita wajib berdiri atau tidak? (Arif R. H)

Jawaban:
Wa’alaikumsalamwarahmatullah wabarakatuhu.
Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin, washshalaatu wassalaamu ‘alaa rasulillaah khairil anbiyaa’I wal mursaliin wa ‘alaa ‘aalihii wa shahbihii ajma’iin. Amma ba’du:

Menghadap qiblat termasuk syarat sahnya shalat, sebagaimana firman Allah ta’aalaa:
فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ [البقرة/144]
“Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (Qs. Al-Baqarah: 144)

Dan berdiri bila mampu dalam shalat fardhu termasuk rukun shalat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
صل قائما فإن لم تستطع فقاعدا فإن لم تستطع فعلى جنب
“Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka dengan duduk, apabila tidak mampu maka dengan berbaring.” (HR. Al-Bukhary, dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu)

Oleh karena itu, shalat fardhu di kereta apabila masih memungkinkan kita berdiri dan menghadap qiblat maka kita harus berdiri dan menghadap qiblat sebagaimana yang dilakukan para salaf ketika naik kapal, mereka shalat di kapal dengan berdiri menghadap qiblat, dan ketika kapal berubah arah mereka tetap berusaha menghadap qiblat.

Berkata Ibrahim An-Nakha’iy rahimahullah:
يستقبل القبلة كلما تحرفت
“(Orang yang shalat di atas kapal) tetap menghadap qiblat setiap kapal tersebut berpindah arah).” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf 3/189 no:6634)

Berkata Hasan Al-Bashry dan Muhammad bin Siiriin rahimahumallah:
يصلون فيها قياما جماعة، ويدورون مع القبلة حيث دارت
“Mereka shalat berjama’ah di kapal dengan berdiri, dan mereka tetap menghadap qiblat kemanapun kapal berputar.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf 3/189 no:6637)

Namun apabila tidak mampu berdiri atau tidak mampu menghadap qiblat maka kita kerjakan shalat sesuai dengan kemampuan kita. Apabila tidak mampu berdiri maka duduk, apabila tidak mampu ruku dan sujud maka cukup dengan menundukkan badan, dan menjadikan sujudnya lebih rendah daripada ruku’nya.

Allah ta’aalaa berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ [التغابن/16
“Maka bertaqwalah kalian kepada Allah sesuai dengan kemampuan kalian.” (Qs. At-Taghaabun: 16)

Allah ta’aalaa juga berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا .البقرة
286.
“Allah tidak membebani sebuah jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya.” (Qs. Al-Baqarah: 286)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ما نهيتكم عنه فاجتنبوه وما أمرتكم به فافعلوا منه ما استطعتم
“Apa yang aku larang maka hendaklah kalian jauhi, dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian kerjakan sesuai dengan kemampuan kalian.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Berkata Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullahu:
تصح الصلاة على الطائرة وهي تطير في الجو، كما تصح الصلاة على الباخرة والسفينة ونحوها. وهذا أَشبه بحال الضرورة. لأَنه لا يستطيع إِيقافها ولا النزول لأَداء الصلاة، ولا يجوز تأْخير الصلاة عن وقتها بحال. وكما تصح الصلاة على السيارة إِذا جد به السير ولم يتمكن الراكب من إِلزام السائق بإِيقاف السيارة وخشي خروج الوقت، فإِنه يصلي قبل خروج الوقت ويفعل ما يستطيع عليه، ثم إِذا صلى الإِنسان في الطائرة ونحوها فإِن استطاع أَن يصلي قائمًا ويركع ويسجد لزمه ذلك في الفريضة، وإِلا صلى على حسب حاله وأَتى بما يقدر عليه من ذلك، كما يلزمه استقبال القبلة حسب استطاعته. وكلما دارت انحرف إِلى القبلة إِذا كانت الصلاة فرضًا
“Sah shalat di dalam pesawat yang sedang terbang, sebagaimana sah shalat di dalam kapal dan yang semisalnya, dan ini lebih serupa dengan keadaan darurat, karena dia tidak mampu menghentikan kendaraan tersebut, dan juga tidak bisa turun untuk mengerjakan shalat, sementara tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya dalam keadaan apapun. Sebagaimana shalat juga sah di atas mobil apabila sedang berjalan dan penumpang tidak bisa mengharuskan sopir menghentikan kendaraan, dan dia takut habis waktu, maka hendaklah dia shalat sebelum habis waktunya dan melakukan apa yang dia mampu. Kemudian apabila seseorang shalat di pesawat dan yang semisalnya maka jika dia mampu shalat dengan berdiri, ruku’, dan sujud maka dia wajib melakukannya pada shalat fardhu, kalau tidak bisa maka shalat sesuai dengan kondisi dia, dan mengerjakan apa yang dia mampu, sebagaimana wajib bagi dia menghadap qiblat sesuai dengan kemampuan, setiap kali kendaraan itu berputar maka dia tetap menghadap ke qiblat bila itu adalah shalat fardhu.” (Fataawaa wa Rasaa’il Syeikh Muhammad bin Ibrahim no:516)

Berkata Komite Tetap Untuk Riset llmiyyah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia:
وأما كونه يصلي أين توجهت المذكورات أم لا بد من التوجه إلى القبلة دومًا واستمرارًا أو ابتداءً فقط – فهذا يرجع إلى تمكنه، فإذا كان يمكنه استقبال القبلة في جميع الصلاة وجب فعل ذلك؛ لأنه شرط في صحة صلاة الفريضة في السفر والحضر، وإذا كان لا يمكنه في جميعها، فليتق الله ما استطاع، لما سبق من الأدلة، هذا كله في الفرض
“Adapun, apakah dia shalat mengikuti arah kendaraan-kendaraan tersebut (mobil, kereta, pesawat, atau kendaraan roda empat) harus menghadap qiblat secara terus-menerus atau hanya di awal shalat, maka ini dikembalikan kepada kemampuan dia, jika dia mungkin menghadap qiblat terus-menerus dalam shalat seluruhnya maka dia wajib melakukannya, karena ini syarat sahnya shalat fardhu baik ketika safar atau muqim, dan apabila tidak mungkin menghadap qiblat terus-menerus maka hendaklah dia bertaqwa kepada Allah sesuai dengan kemampuan, karena dalil-dalil yang telah berlalu, dan ini semua dalam shalat fardhu.” (Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daaimah 8/124)

Dan nasehat para ulama, selama masih memungkinkan kita kerjakan shalat fardhu di luar kendaraan, baik sebelum naik maupun setelah turun, baik pada waktunya atau dijamak dengan shalat lain maka hendaknya tidak shalat fardhu dalam kendaraan.

Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu:
إذا كان لا يتمكن من أداء الصلاة في الطائرة كما يؤديها على الأرض فلا يصلي الفريضة في الطائرة إذا كان يمكن هبوط الطائرة قبل خروج وقت الصلاة ، أو خروج وقت التي بعدها مما يجمع إليها
“Apabila tidak bisa mengerjakan shalat di pesawat sebagaimana di bumi, maka jangan dia shalat di pesawat jika pesawat mendarat sebelum keluarnya waktu shalat atau keluarnya waktu shalat yang setelahnya yang bisa dijama’ shalat bersamanya.” (Fatawa Arkanil Islam hal:380)

Berkata Syeikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah:
إذا كانت الرحلة بالقطار أو الطائرة تبدأ بعد دخول وقت الظهر أو المغرب؛ فإن المسافر يجمع بين الصلاتين جمع تقديم قبل الركوب، وإن كانت الرحلة تبدأ قبل دخول وقت الصلاة الأولى من الصلوات المذكورة؛ فإن المسافر ينوي جمع التأخير ويصلي الصلاتين إذا نزل، ولو كان نزوله في آخر وقت الثانية، وإن كانت الرحلة تستمر إلى ما بعد خروج وقت الثانية؛ فإن المسافر يصلي في القطار أو الطائرة، في المكان المناسب، على حسب حاله، وكذا صلاة الفجر إذا كانت الرحلة تستمر إلى ما بعد طلوع الشمس؛ فإن المسافر يصليها في القطار أو الطائرة على حسب حاله قال تعالى : { فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ }  سورة التغابن : آية 16  .ويجب على المصلي أن يتجه إلى جهة القبلة أينما كان اتجاه الرحلة؛ لقوله تعالى : { فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوِهَكُمْ شَطْرَهُ }  سورة البقرة : آية 144 .
“Apabila keberangkatan kereta atau pesawat setelah masuk waktu Zhuhur atau Maghrib maka seorang musafir hendaklah menjama’ antara 2 shalat dengan jama’ taqdim sebelum naik, dan apabila keberangkatan sebelum waktu shalat yang pertama dari shalat-shalat yang disebutkan tadi (Zhuhur dan Maghrib) maka dia meniatkan jama’ ta’khir, dan melaksanakan 2 shalat tersebut ketika turun, meskipun turunnya ketika di akhir waktu shalat yang kedua. Dan apabila perjalanan berlanjut sampai keluarnya waktu shalat yang kedua maka dia shalat di kereta atau pesawat, di tempat yang sesuai, sesuai dengan keadaan dia. Demikian pula shalat shubuh bila perjalanan berlanjut sampai terbit matahari, ,maka hendaklah dia shalat di kereta dan pesawat sesuai dengan keadaannya, Allah ta’aalaa berfirman (yang artinya): “Bertaqwalah kalian kepada Allah sesuai dengan kemampuan kalian”, dan wajib atasnya menghadap qiblat kemanapun arah kendaraan berubah, karena firman Allah (yang artinya): “Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (Qs.Al-Baqarah:144) (Al-Muntaqaa min Fataawaa Syeikh Shalih bin Fauzaan 2/140-141 no:159)

Wallahu ta’aalaa a’lam.


Wudhu di Kondisi Terbatas, Mengusap Khuf, & Mengusap Jilbab

* Sumber dari muslimah.or.id

Ketika muslimah berwudhu di luar rumah. 
Menjawab hal ini, kondisi paling aman bagi muslimah adalah berwudhu di ruangan tertutup sehingga ketika muslimah hendak menyempurnakan mengusap atau membasuh anggota tubuh yang wajib dikenakan air wudhu, auratnya  tidak terlihat oleh orang-orang yang bukan mahramnya.

Bagaimana jika tidak ada ruangan tertutup? 
Di Mina saat itu (tahun 2011), tempat wudhu yang disediakan bagi wanita hanya ditutup oleh kain, sehingga misalnya ada yang keluar masuk atau lupa menutup, maka otomatis bisa terlihat dari luar. Selain itu tidak jarang tempat wudhunya berbau pesing, melebihi pesingnya KM. Ini dikarenakan banyaknya jamaah yang nekat buang air di tempat wudhu karena nggak tahan mengantri di kamar mandi. Biasanya jamaah yang sudah sepuh, atau yang memang bener2 kepepet dan nggak tahan nunggu lamanya antrian apalagi jika dibawah terik matahari.
Maka alternatif lain adalah dengan berwudhu di kamar mandi. Sebagian orang merasa khawatir dan ragu-ragu bila wudhu di kamar mandi wudhunya tidak sah karena kamar mandi merupakan tempat yang biasa digunakan untuk buang hajat. Sehingga kemungkinan besar terdapat najis di dalamnya.
Wudhu di kamar mandi hukumnya boleh. Asalkan tidak dikhawatirkan terkena/ terpercik najis yang mungkin ada di kamar mandi. Kita ingat kaidah yang menyebutkan “Sesuatu yang yakin tidak bisa hilang dengan keraguan.”
Keragu-raguan atau kekhawatiran kita terkena najis tidak bisa dijadikan dasar tidak bolehnya wudhu di kamar mandi, kecuali setelah kita benar-benar yakin bahwa jika wudhu di kamar mandi kita akan terkena/ terpeciki najis.
Jika kita telah memastikan bahwa lantai kamar mandi bersih dari najis dan kita yakin tidak akan terkena/ terperciki najis, maka insya Allah tak mengapa wudhu di kamar mandi.

Bolehkah mengucapkan basmallah di KM?
Pelafadzan “bismillah” di kamar mandi, menurut pendapat yang lebih tepat adalah boleh melafadzkannya di kamar  mandi. Hal ini dikarenakan membaca bismillah pada saat wudhu hukumnya wajib, sedangkan menyebut nama Allah di kamar mandi hukumnya makruh. Kaidah mengatakan bahwa makruh itu berubah menjadi mubah jika ada hajat. Dan melaksanakan kewajiban adalah hajat.

Kapan membaca dzikir sesudah wudhu?
Dzikir setelah wudhu dapat dilakukan setelah keluar kamar mandi, yaitu setelah membaca doa keluar kamar mandi. Untuk itu disarankan setelah berwudhu, tidak berlama-lama di kamar mandi (segera keluar).

Bagaimana kita yakin bahwa bila wudhu di kamar mandi kita akan terkena/ terperciki najis?
Dengan alasan terkena najis, maka sebaiknya tidak wudhu di kamar mandi atau disiram dulu sampai bersih.
Alternatif lainnya adalah dengan cara mengusap khuf. jaurab, dan jilbab tanpa harus membukanya. Pembahasan tentang ini masuk dalam bab mengusap khuf. Tentu timbul pertanyaan lain, bagaimana dengan tangan? Jika jilbab kita sesuai dengan syari’at, insya Allah hal ini bisa diatasi. Karena bagian tangan yang perlu dibasuh bisa dilakukan di balik jilbab kita yang terulur panjang. Sehingga tangan kita tidak akan terlihat oleh umum, insya Allah.

Definisi Khuf dan Jaurab
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa khuf adalah sesuatu yang dipakai di kaki, terbuat dari kulit ataupun lainnya sedangkan jaurab adalah sesuatu yang dipakai di kaki, terbuat dari kapas dan semisalnya atau yang lebih dikenal oleh kebanyakan orang dengan kaos kaki.

Dalil bolehnya mengusap Khuf
Terdapat banyak hadits yang menunjukkan bolehnya mengusap khuf. Bahkan haditsnya mutawatir dari para sahabat sebagaimana al-Hasan al-Bashari rahimahullah dalam Al-Wajiz menyatakan, “Ada 70 sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang menyampaikan kepadaku, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam biasa mengusap kedua khufnya.”
Adapun salah satu hadits yang menerangkan tentang hal ini adalah hadits dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu. Ia menuturkan, “Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan. Aku pun jongkok untuk melepas kedua sepatu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,
‘Biarkan saja sepatu itu, karena aku memakainya dalam keadaan suci.’
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengusap kedua sepatu tersebut.” (HR. Bukhari)
Dalil lain adalah hadits dari Jarir radhiallahu ‘anhu, dimana para ulama terkagum oleh hadits ini karena Jarir radhiallahu ‘anhu masuk Islam setelah turun surat al-Maaidah ayat 6,
“Maka, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepala dan basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (Qs. al-Maaidah: 6)
Ayat tersebut menunjukkan kewajiban membasuh sampai dengan kedua mata kaki. Sedangkan Jarir radhiallahu ‘anhu tentu juga telah mengetahui ayat ini. Namun, ia pernah mengusap kedua khufnya setelah kencing. Kemudian ia ditanya oleh seseorang,
“Engkau melakukan ini?”
Ia menjawab, “Ya, (karena) saya pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing lalu berwudhu dengan mengusap di atas kedua khufnya.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no. 136)
Hal ini menunjukkan syari’at mengusap khuf ini tetap diamalkan dan tidak terhapus oleh surat al-Maaidah tersebut.

Syarat mengusap khuf
  1. Memakai khuf atau jaurab tersebut dalam keadaan suci.
    Sebagaimana dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa beliau memakainya dalam keadaan suci. Artinya kita dalam kondisi telah berwudhu (suci) sebelum mengenakan khuf tefrsebut. Adapun jika sucinya karena tayamum, maka tidak diperbolehkan mengusap khuf ketika berwudhu, dan wajib baginya membuka khuf ketika wudhu.
  2. Khuf atau jaurab tersebut juga dalam keadaan suci (tidak ada najis) dan bukan najis.
  3. Mengusapnya hanya karena hadats kecil. Adapun jika junub atau dalam keadaan yang mengharuskan kita mandi, maka khuf tersebut harus dilepas.
  4. Mengusapnya dalam waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat, yaitu sehari semalam untuk orang yang mukim (tidak safar) dan tiga hari tiga malam untuk orang yang safar.
Dan penentuan batasan waktu ini dimulai setelah pengusapan pertama. Misalnya, seseorang  yang mukim memakai khuf dalam keadaan suci. Kemudian ia mengusap khuf pada hari Senin pukul 15.00 WIB. Maka batasan akhir ia diperbolehkan mengusap khuf adalah hari Selasa pukul 15.00 WIB. Adapun jika ia musafir, kemudian ia mengusap khuf pertama kali pada hari Senin pukul 12.15 WIB, maka batasan akhir ia boleh mengusap khuf adalah hari Kamis pukul 12.15 WIB (dengan syarat ia tidak melakukan hal-hal yang menjadi pembatal bolehnya mengusap khuf).
Dalam mengusap khuf, tidak disyaratkan adanya niat bahwa ia nantinya akan bersuci dengan cara mengusap khuf.

Hal-hal yang membatalkan bolehnya mengusap Khuf
  1. Hadats yang mewajibkan mandi, seperti junub.
  2. Melepas khuf atau sejenisnya yang sedang dipakai,
  3. Telah habis batasan waktu bolehnya mengusap khuf.
Perlu diperhatikan bahwa berakhirnya masa diperbolehkan mengusap khuf tidaklah membatalkan keadaan suci yang masih dimiliki seseorang. Contohnya, seorang yang mukim dalam keadaan suci mengusap kaos kaki pukul 4.30 hari Selasa, dan pada pukul 4.00 hari Rabu ia wudhu dengan mengusap kaos kaki. Maka jika ia tetap dalam keadaan suci sampai pukul 4.35 atau setelahnya, ia tidak harus mengulangi wudhunya.
Untuk seseorang yang memakai dua kaos kaki dalam keadaan suci, jika ia mengusap kaos kaki bagian atas kemudian ia melepaskan bagian atas tersebut, ia diperbolehkan mengusap kaos kaki yang kedua pada wudhu berikutnya. Hal ini disebabkan ia memakai dua kaos kaki tersebut dalam keadaan suci. Namun, jika seseorang memakai kaos kaki satu lapis kemudian mengusap kaos kaki tersebut dan setelah itu ia memakai kaos kaki yang kedua. Maka ia tidak diperbolehkan mengusap kaos kaki yang kedua, karena ia mengenakannya dalam keadaan tidak suci.

Cara mengusap khuf
Cara mengusap khuf adalah dengan mengusap bagian atas khuf sekali secara bersamaan dengan kedua tangan; tangan kanan untuk kaki kanan dan tangan kiri untuk kaki kiri.

Cara mengusap kaos kaki
Mengusap kaos kaki adalah sama seperti mengusap khuf. Sebagaimana dalam hadits dari Mughirah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu, beliau mengusap kaos kaki dan sandalnya.” (HR. Abu Dawud)
Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa apabila seseorang mengusap kaos kaki dan sandalnya secara bersama-sama hendaknya setelah mengusap tidak melepas sandalnya.(al-Mughni dalam Thaharah Nabi). Namun, bila seseorang melepas sandalnya, maka menurut pendapat yang rajih, ia boleh mengusap kaos kakinya ketika wudhu berikutnya. Hal ini sebagaimana keadaan orang yang memakai dua kaos kaki. Dan batasan waktunya terhitung dari usapan yang pertama.

Muslimah boleh berwudhu dengan tetap memakai jilbabnya
Sering kali, seorang muslimah berjilbab merasa kesulitan jika harus berwudhu di tempat umum yang terbuka. InMaksud hati ingin  berwudhu secara sempurna dengan membasuh anggota wudhu secara langsung. Akan tetapi jika hal itu dilakukan maka dikhawatirkan auratnya akan terlihat oleh orang lain yang bukan mahram. Karena anggota wudhu seorang wanita muslimah sebagian besarnya adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan menurut pendapat yang rojih (terkuat). Lalu, bagaimana cara berwudhu jika kita berada pada kondisi yang demikian?
Seorang muslimah diperbolehkan mengusap jilbabnya sebagai ganti dari mengusap kepala. Lalu apa dalil yang membolehkan hal tersebut?
Dalilnya adalah bahwasanya Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dulu pernah berwudhu dengan tetap memakai kerudungnya dan beliau mengusap kerudungnya. Ummu Salamah adalah istri dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka apakah Ummu Salamah akan melakukannya (mengusap kerudung) tanpa izin dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam? (Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyyah, 21/186, Asy Syamilah). Apabila mengusap kerudung ketika berwudhu tidak diperbolehkan, tentunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan melarang Ummu Salamah melakukannya.
Ibnu Mundzir rahimahullah dalam Al-Mughni (1/132) mengatakan, “Adapun kain penutup kepala wanita (kerudung) maka boleh mengusapnya karena Ummu Salamah sering mengusap kerudungnya.”
Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah berwudhu dengan mengusap surban penutup kepala yang beliau kenakan. Maka hal ini dapat diqiyaskan dengan mengusap kerudung bagi wanita.
Dari ‘Amru bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu, dari bapaknya, beliau berkata,
رأيت النبي صلّى الله عليه وسلّم، يمسح على عمامته وخفَّيه
“Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas surbannya dan kedua khufnya.” (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari (1/308 no. 205) dan lainnya)
Juga dari Bilal radhiyallahu ‘anhu,
أن النبي صلّى الله عليه وسلّم، مسح على الخفين والخمار
“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kedua khuf dan khimarnya.” (HR. Muslim (1/231) no. 275)

Dalam kondisi apakah seorang wanita diperbolehkan untuk mengusap kerudungnya ketika berwudhu?
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “(Pendapat) yang masyhur dari madzhab Imam Ahmad, bahwasanya seorang wanita mengusap kerudungnya jika menutupi hingga di bawah lehernya, karena mengusap semacam ini terdapat contoh dari sebagian istri-istri para sahabat radhiyallahu ‘anhunna. Bagaimanapun, jika hal tersebut (membuka kerudung) menyulitkan, baik karena udara yang amat dingin atau sulit untuk melepas kerudung dan memakainya lagi, maka bertoleransi dalam hal seperti ini tidaklah mengapa. Jika tidak, maka yang lebih utama adalah mengusap kepala secara langsung.” (Majmu’ Fatawawa Rasaail Ibni ‘Utsaimin (11/120), Maktabah Syamilah)
Syaikhul Islam IbnuTaimiyyah rahimahullah mengatakan, “Adapun jika tidak ada kebutuhan akan hal tersebut (berwudhu dengan tetap memakai kerudung -pen) maka terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama (yaitu boleh berwudhu dengan tetap memakai kerudung ataukah harus melepas kerudung -pen).”(Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah (21/218))
Dengan demikian, jika membuka kerudung itu menyulitkan misalnya karena udara yang amat dingin, kerudung sulit untuk dilepas dan sulit untuk dipakai kembali, dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk membuka kerudung karena dikhawatirkan akan terlihat auratnya oleh orang lain atau udzur yang lainnya maka tidaklah mengapa untuk tidak membuka kerudung ketika berwudhu. Namun, jika memungkinkan untuk membuka kerudung, maka yang lebih utama adalah membukanya sehingga dapat mengusap kepalanya secara langsung.

Tata Cara Mengusap Kerudung
Adapun mengusap kerudung sebagai pengganti mengusap kepala pada saat wudhu, menurut pendapat yang kuat ada dua cara, diqiyaskan dengan tata cara mengusap surban, yaitu:

1. Cukup mengusap kerudung yang sedang dipakai.
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu dari bapaknya,
“Aku pernah melihat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas surbannya dan kedua khufnya.”
Surban boleh diusap seluruhnya atau sebagian besarnya [2]. Karena kerudung bagi seorang wanita bias diqiyaskan dengan surban bagi pria, maka cara mengusapnya pun sama, yaitu boleh mengusap seluruh bagian kerudung yang menutupi kepala atau boleh sebagiannya saja. Akan tetapi, jika dirasa sulit untuk mengusap seluruh kerudung, maka diperbolehkan mengusap sebagian kerudung saja yaitu bagian atasnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Amr bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu di atas.

2. Mengusap bagian depan kepala (ubun-ubun) kemudian mengusap kerudung.
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu,
أن النبي صلّى الله عليه وسلّم، توضأ، ومسح بناصيته وعلى العمامة وعلى خفيه
“Bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu mengusap ubun-ubunnya, surbannya, dan juga khufnya.” (HR. Muslim (1/230) no. 274)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,
رأيتُ رسولَ اللّه صلى الله عليه وسلم يتوضأ وعليه عمَامة قطْرِيَّةٌ، فَأدْخَلَ يَدَه مِنْ تحت العمَامَة، فمسح مُقدَّمَ رأسه، ولم يَنْقُضِ العِمًامَة
“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, sedang beliau memakai surban dari Qatar. Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah surban untuk menyapu kepala bagian depan, tanpa melepas surban itu.” (HR. Abu Dawud)
Syaikhul Islam IbnuTaimiyah rahimahullah berkata, “Jika seorang wanita takut akan dingin dan yang semisalnya maka dia boleh mengusap kerudungnya. Karena sesungguhnya Ummu Salamah mengusap kerudungnya. Dan hendaknya mengusap kerudung disertai dengan mengusap sebagian rambutnya.” (Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah (21/218), Maktabah Syamilah).

Maka diperbolehkan bagi seorang muslimah untuk mengusap kerudungnya saja atau mengusap kerudung beserta sebagian rambutnya. Namun, untuk berhati-hati hendaknya mengusap sebagian kecil dari rambut bagian depannya beserta kerudung, karena jumhur ulama tidak membolehkan hanya mengusap kerudung saja, sebagaimana diungkapkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari. (Lihat Fiqhus Sunnah lin Nisaa, Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim)

Mengusap perban (jabiirah).
Pada asalnya yang disebut sebagai jabiirah adalah sesuaatu yang digunakan untuk membalut tulang yang patah. Adapun menurut ‘urf (umumnya anggapan) ulama ahli fiqh adalah sesuatu yang diletakkan pada anggota ibadah bersuci (seperti wudhu), karena adanya suatu kebutuhan tertentu. Misalnya gips yang digunakan untuk menambal tulang yang patah atau dapat pula berupa perban yang digunakan pada anggota badan yang terluka. Maka mengusap yang semacam ini dapat menggantikan kewajiban membasuh.
Sebagai contoh seandainya ada seseorang yang akan berwudhu, sedang ditangannya ada perban yang digunakan untuk menutupi luka di tangannya maka mengusap perban dapat menggantikan membasuh tangan bagi orang tersebut.

Dalil dibolehkannya mengusap perban.
Adapun dalil yang menyebutkan bolehnya mengusap jabiirah (perban) adalah hadits yang diriwayatkan dari shahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu,
خرجنا في سَفَرٍ , فَأصَابَ رَجُلًا مِنَّا حجر , فشجه في رأْسهِ , ثمِّ احتلم , فسأل أصحابه : هل تجدون لي رخصةً في التيمم ؟ قالوا : ما نجد لك رخصة و أنت تقدر على الماء , فاغتسل , فمات , فلمّا قدمنا على رسول الله صلى الله عليه و سلم أخبر بذلك , فقال : قتلوه قتلهم الله , ألا سألوا إذا لم يعلموا , فإنّما شفاء العي السؤال , إنما كان يكفيه أن يتيمم , و يعصب على جرحه خرقة , ثم يمسح عليها
Kami keluar untuk bersafar, kemudian salah seorang di antara kami ada yang terkena batu maka terlukalah kepalanya. Kemudian orang tersebut mimpi basah, lalu orang tersebut bertanya kepada sahabat-sahabatnya : “Apakah kalian mendapati untukku keringanan untuk bertayamum?” mereka menjawab: “Kami tidak mendapatkan adanya keringanan bagimu sedang kamu mampu untuk menggunakan air.” Kemudian orang tersebut mandi lalu meninggal. Kemudian setelah kami sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam aku memberitahukan kepada beliau tentang hal ini, kemudian beliau bersabda: “Mereka telah membunuhnya semoga Allah membunuh mereka, mengapa mereka tidak mau bertanya jika mereka tidak tahu, sesungguhnya obat dari tidak tahu adalah bertanya. Sesungguhnya cukup baginya untuk bertayamum dan menutup lukanya tersebut dengan potongan kain, kemudian dia cukup untuk mengusapnya.” (HR. Abu Daud).

Terdapatnya luka pada anggota wudhu terbagi menjadi beberapa tingkatan:
  1. Luka tersebut dalam keadaan terbuka dan tidak membahayakan baginya jika terkena air. Dalam keadaan ini tetap wajib untuk membasuh anggota badan yang luka tersebut.
  2. Luka tersebut terbuka akan tetapi dapat membahayakan jika terkena air. Dalam keadaan ini wajib untuk mengusap anggota badan tersebut tanpa harus membasuhnya.
  3. Luka tersebut terbuka dan dapat membahayakan jika dibasuh maupun diusap, dalam keadaan ini maka cukup dengan diberi tayamum.
  4. Luka tersebut tertutup oleh perban atau yang semacamnya, dalam keadaan ini maka yang diusap adalah penutup luka, sebagai ganti membasuh anggota badan yang di bawahnya
Tata cara mengusap perban
Tata cara mengusap perban atau semisalnya adalah dengan mengusap seluruh bagian perban, karena pada asalnya mengusap perban adalah sebagai pengganti dari anggota badan yang diperban. Sementara disebutkan dalam sebuah kaidah: “Hukum pengganti adalah sama dengan yang digantikan”. Mengusap perban adalah ganti dari membasuh. Sebagaimana ketika membasuh kita wajib menyiramkan air ke seluruh bagian anggota wudhu, demikian juga mengusap perban maka wajib untuk mengusap seluruh bagian perban. Adapun mengusap khuf keadaannya berbeda, karena mengusap khuf merupakan keringanan syariat, dan terdapat tata cara khusus yang dijelaskan dalam sunnah tentang dibolehkannya mengusap sebagiannya saja.

Tata Cara Wudhu


Wudhu tanpa keran.

Selama haji dikarenakan lokasi yang mungkin sedang tidak berdekatan dengan tempat wudhu, atau kondisi yang penuh, menjadikan kita terpaksa berwudhu di tempat air zamzam memakai botol plastik atau cup tempat zamzam tadi. Video ini  memberikan sedikit gambaran bagaimana caranya mengambil air wudhu tanpa menggunakan keran. Hampir sama. Hanya jika memakai botol/cup, maka airnya dituangkan sedikit demi sedikit ke telapak tangan. Jika memakai botol spray, maka disemprotkan dulu airnya secara merata di anggota wudhu yang akan dibasuh. Sebenarnya saya pribadi, kurang sreg wudhu pakai spray karena kurang memadai jika dipakai berkumur & istinsyaq (menghirup air lewat hidung). Sementara ada pendapat yg kuat bahwa berkumur & istinsyaq ini termasuk fardhu/rukun wudhu, yaitu termasuk bab mengusap wajah. Jika terpaksa pakai spray, baiknya air tetap dituang ke telapak tangan ketika hendak berkumur & intinsyaq. Wallahu Alam.



Video Wudhu dengan keran.



Tata Cara Wudhu Muslimah disertai Gambar.
*Sumber dari sini. Disusun oleh: Ummu Ziyad, Muroja’ah: Ust. Aris Munandar

Percikan-percikan air itu membasahi poni-poni yang menyembul keluar dari jilbab yang telah kulonggarkan sedikit karena berada di tempat umum. Setelah mengambil sedikit air dari pancuran mushola di lantai basement mall besar itu, aku mulai membasahi kedua telingaku. Baru kemudian kubasahi kedua kakiku, kanan kiri… kanan kiri sampai tiga kali. Seperti itulah wudhu yang kukerjakan sampai sekitar empat tahun yang lalu. Rasanya sedih menjadi orang yang menyedihkan. Hanya dari tiga gerakan wudhu yang kusebutkan, tetapi aku telah pula melakukan lebih dari tiga kesalahan.
Pertama, ternyata tidak ada gerakan wudhu hanya sekedar membasahi ujung rambut seperti yang kulakukan. Kedua, gerakan membasuh rambut dan telinga dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan satu kali pengambilan air. Ketiga, gerakan pengulangan tiga kali dilakukan per anggota tubuh, bukan bergantian kanan kiri seperti itu. Keempat aku membiarkan anggota tubuhku (bagian kaki) terbuka di depan umum begitu saja. Kelima, jikapun aku menginginkan jilbabku tetap terpakai agar tidak terlihat aurat rambutku, maka ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun juga telah memberitahukan caranya.
Begitulah kita jika melakukan sesuatu hanya berdasarkan ilmu yang sedikit dan sekedarnya. Padahal tahu sendiri kalau wudhu itu adalah salah satu syarat sahnya shalat. Mungkin bisa dibayangkan berapa banyak kesalahan dalam shalat yang aku lakukan pada saat itu. Alhamdulillah, Allah memberi hidayah kepadaku untuk menyadari kesalahan itu dan memudahkan aku untuk mempelajari tata cara yang benar untuk wudhu dan shalat. Mudah-mudahan Allah juga memudahkan engkau wahai ukhti muslimah, jika kesalahan yang sama masih ada padamu. Aamiin ya mujibas saailiin.

Secara sederhana, wudhu yang sesuai diajarkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dapat kita lakukan seperti ini:

Pertama, hadirkan niat dalam hatimu untuk berwudhu. Apapun ibadah yang kita lakukan tentu saja hanya kita niatkan untuk ibadah kepada Allah semata. Dan begitu banyak aktifitas harian kita yang dapat kita niatkan untuk ibadah. Nah… untuk semua niat ibadah itu, maka kita tidak perlu melafalkannya (mengeluarkan dengan suara). Apalagi mengkhususkan bacaan tertentu. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukannya.
Kedua, bacalah bismillah.

Ketiga, basuhlah kedua telapak tanganmu 3 kali
.
basuh tangan 3kali

Keempat, berkumur-kumurlah dan masukkan air ke hidung dengan sungguh-sungguh dengan telapak tangan kanan. Kemudian keluarkan air tersebut dengan tangan kiri.


Kelima, basuhlah mukamu. Muka di sini tentu saja bagian yang telah kita kenal, yaitu bagian wajah dari batas telinga kanan ke telinga kiri, dan dari tempat mulai tumbuhnya rambut sampai dagu. Untuk yang telah memiliki suami atau saudara laki-laki, perlu juga diingatkan untuk membasuh jenggot yang ada karena ia juga termasuk sebagai anggota wajah.


Keenam, membasuh tangan dimulai dengan tangan kanan.
Basuhan yang sempurna adalah basuhan yang dimulai dari ujung-ujung jari hingga siku, kemudian menggosok-gosok lengan, membasuh siku dan membersihkan sela-sela jemari. Setelah tangan kanan selesai, baru dilanjutkan membasuh dengan cara yang sama untuk tangan kiri.


Ketujuh, mengusap kepala satu kali.
Kalau anggota wudhu lainnya dianjurkan dibasuh sampai tiga kali, maka bagian ini hanya satu kali usapan (walaupun terkadang kita disarankan mengusapnya 3 kali). Bagian kepala yang dimaksud adalah seluruh rambut kita dan telinga kita. Praktek yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah membasahi kedua telapak tangan dengan air, kemudian mengusap mulai dari kepala bagian depan, diusap sampai ke belakang, kemudian dibalikkan lagi usapan itu ke depan dan langsung dilanjutkan mengusap telinga dengan cara memasukkan jari telunjuk ke lubang telinga sedangkan ibu jari mengusap daun telinga bagian luar. Bingung? Coba lihat gambar di bawah. Insya Allah mudah.


Kedelapan, membasuh kaki dimulai dari kaki kanan.
Membasuh kaki secara sempurna adalah dengan cara membasuh ujung-ujung jari kaki sampai mata kaki, mencuci mata kaki dan membersihkan sela-sela jari kaki. Setelah selesai membasuh kaki kanan, maka dilanjutkan dengan kaki kiri dengan cara yang sama.


Kemudian kita disunnahkan membaca dzikir setelah wudhu. Ada berbagai macam dzikir setelah wudhu yang dicontohkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang dapat kita baca. Salah satunya adalah bacaan berikut
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ له وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ
Artinya, “Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang layak disembah kecuali Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”
Selesai.
Mudah bukan? Insya Allah… Kesemua gerakan wudhu tersebut terangkum dalam cara wudhu yang diperlihatkan oleh sahabat Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu sebagaimana diceritakan oleh Humran bekas budak beliau,
Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu meminta air wudhu. (Setelah dibawakan), ia berwudhu: Ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidungnya, kemudian mencuci wajahnya tiga kali, lalu membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, kemudian membasuh tangannya yang kiri tiga kali seperti itu juga, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kedua mata kakinya tiga kali kemudian membasuh yang kiri seperti itu juga. Kemudian mengatakan,
“Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berwudhu seperti wudhuku ini lalu Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian berdiri dan ruku dua kali dengan sikap tulus ikhlas, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.’” (Muttafaq ‘alaihi)

Jangan lupa ya saudariku, praktekkan ilmu yang singkat namun sangat urgent ini!

Maraji:

  1. Al Wajiz. Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi. Pustaka As-Sunnah. Cet. 2
  2. Thaharah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf. Media Hidayah. Cet 1 2004
  3. Catatan Kajian Al Wajiz bersama Ustadz Muslam 15 Maret 2004

Thursday, September 6, 2012

Wudhu: Definisi, Keutamaan & Hal2 yang Disunnahkan

* Sumber dari sini.


Pengertian Wudhu’

Menurut bahasa, kalimah wudhu’ apabila dibaca dengan (أَلْوُضُوْءُ) iaitu dengan didhammahkan huruf wawnya, ia bermaksud perbuatan berwudhu’. Dan apabila difathahkan wawnya, maka (أَلْوَضُوْءُ) ia bermaksud air wudhu’.

Wudhu’ menurut syara ialah: Menggunakan air bersih (suci lagi mensucikan) untuk membasuh anggota-anggota tertentu yang telah ditetapkan oleh syara.

Berwudhu’ untuk solat adalah merupakan perintah dari Allah Azza wa-Jalla sebagaimana firman-Nya:

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu akan mendirikan solat maka basuhlah muka kamu dan tangan-tangan kamu hingga siku-siku kamu dan sapulah kepala kamu serta (basuhlah) kaki-kaki kamu sehingga ke kedua mata kaki!”. (Surah al-Ma’idah, 5: 6)

Tidak sah solat seseorang tanpa bersuci atau berwudhu’ terlebih dahulu, sebagaimana perintah dan penjelasan dari hadis-hadis yang sahih:

“Tidak ada solat bagi orang yang tidak berwudhu’.” (H/R Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)

“Allah tidak menerima solat tanpa bersuci (berwudhu’)”. (H/R Muslim, 1/60)

“Tidak diterima solat seseorang antara kamu jika berhadas sehinggalah dia berwudhu’”. (H/R Bukhari, 1/206. Muslim, No. 225)

“Sesungguhnya aku diperintah agar berwudhu’ apabila aku ingin mendirikan solat”. (H/R Abu Daud, no. 3760. Disahihkan oleh al-Albani, Lihat: as-Sahihah)

Keutamaan Berwudhu’

1 – Sebahagian Dari Iman

Diriwayatkan daripada Abu Malik al-Ash’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Bersuci itu adalah sebahagian daripada iman...” (H/R. Muslim, no. 223)

2 – Wudhu’ Yang Sempurna Menghapuskan Dosa

Pengambilan wudhu’ yang sempurna bukan sahaja menjamin diterimnya solat tetapi ianya juga dapat menghapuskan dosa-dosa selagi tidak melakukan kesyirikan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: Apabila seseorang hamba muslim atau mukmin berwudhu’ maka setelah ia membasuh wajahnya, keluarlah dari wajahnya segala dosa yang telah dilihat oleh kedua matanya melalui air atau bersama titisan air yang terakhir. Ketika membasuh kedua tangannya keluarlah dari kedua tangannya setiap dosa yang telah dilakukan oleh kedua tangannya bersama air atau bersama titisan air yang terakhir. Sewaktu ia membasuh kedua belah kakinya, keluarlah dari kedua kakinya setiap dosa yang dilangkah oleh kedua kakinya bersama air atau bersama air terakhir sehinggalah setelah ia selesai berwudhu’ ia bersih dari dosa-dosanya”. (H/R. Muslim, 1/148)

“Barangsiapa yang berwudhu’ seperti ini (seperti wudhu’nya Rasulullah), diampunkan dosa-dosanya yang telah berlalu dan solat serta perjalanannya ke masjid adalah dipenuhi pahala”. (H/R. Muslim, 3/113)

“Dari Abi Umamah radiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: Apabila seseorang muslim berwudhu’ maka akan keluar dosa-dosanya dari pendengarannya (telinganya), matanya, tangannya dan dari kedua kakinya. Apabila ia duduk menanti solat, ia duduk dalam keampunan (diampunkan) dosa-dosanya”. (H/R. Ahmad, 5/252. Hadis Hasan: Lihat Jami’ as-Saghir, No. 461)

3 – Wudhu’ Mengangkat Darjat Manusia

Diriwayatkan daripada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda: Sukakah kamu semua sekiranya aku tunjukkan kepada kalian akan amalan yang dapat menghapuskan kesalahan-kesalahan dan mengangkat beberapa darjat kalian? Mereka menjawab: “Ya, wahai Rasulullah”. Maka Baginda Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pun bersabda: “Iaitu (antaranya) menyempurnakan wudhu’ walaupun dalam keadaan yang tidak disenangi (seperti kesejukan dan sebagainya)…” (H/R. Muslim, no: 253)

4 – Wudhu’ Dapat Membuka Pintu Ke Syurga

Diriwayatkan dari Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Tiada seorang pun dari kalian yang berwudhu’, lalu ia menyampaikan atau meratakan wudhu’nya, kemudian dia mengucapkan: “Asyhadu alla ilaha illallah wa anna Muhammadan ‘Abduhu wa Rasuluh”, melainkan dibukalah untuknya pintu syurga yang lapan, dia boleh memasuki dari pintu mana pun yang dia kehendaki.” (H/R. Muslim, no: 234)

5 – Wudhu’ Memberi Cahaya Di Akhirat

Diriwayatkan daripada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda:

“Perhiasan-perhiasan di syurga itu sampai di tubuh seorang mukmin, bersesuaian dengan anggota yang dicapai oleh wudhu’.” (H/R. Muslim, no: 250)

6 – Wudhu’ Dapat Membuka Ikatan Syaitan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, bahawa syaitan mengikut manusia ketika tidur di malam hari, dengan tiga ikatan. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memberitahu cara untuk merungkai ikatan tersebut, dalam sabda Baginda Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:

“…sekiranya dia (manusia) bangun (dari tidurnya), dan mengingati Allah, bebaslah satu ikatan. Sekiranya dia berwudhu’ pula, bebaslah satu ikatan lagi, dan sekiranya dia bersolat, bebaslah satu ikatan lagi. Maka dia akan menjadi segar dan baik dirinya. Sekiranya dia tidak melakukannya (berzikir, wudhu’, dan bersolat), maka dia akan menjadi buruk dan pemalas”. (H/R. al-Bukhari, no: 1091)

Perkara-perkara Sunnah (Yang Dituntut) Dalam Berwudhu'
1 - Menggosok-gosok Anggota Badan

Sebagaimana hadis Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu:

“Sesungguhnya telah dibawa kepada Nabi Nabi Shallallahu ‘alaihi tiga mud (cupak) air, maka Nabi telah berwudhu’ dan menggosok-gosok kedua tangannya.” (H/R. Ibnu Hibban, no: 1083)

2 – Meluaskan (Melebihkan) Kawasan Basuhan

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

“Sesungguhnya, umatku akan dipanggil pada hari kiamat kelak dalam keadaan putih (pada dahi) dan bercahaya (pada anggota) kerana kesan-kesan wudhuk. Maka barangsiapa yang mampu melebarkan warna putihnya, maka lakukanlah.” (HR. Al-Bukhari, no: 136)

3 – Tidak Membazir (Berlebih-lebihan) Dalam Berwudhu’

“Sesungguhnya orang-orang yang membazir itu adalah saudara syaitan...” (al-Israa’ 17: 27)

“Sesungguhnya akan ada di kalangan umat ini, satu kaum yang berlebih-lebihan dalam bersuci dan berdoa.” (H/R. Abu Daud, no: 96, lihat: Sahih Sunan Abi Daud, 1/21)

Imam al-Bukhari (w. 256H) telah berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah menerangkan bahawa wudhu’ difardhukan (basuhannya) sekali, dua kali, dan tiga kali, dan tidak lebih dari tiga kali, dan Ahli Ilmu membenci berlebih-lebihan dalam berwudhu’ dan melebihi (bilangan) yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam”. (Sahih al-Bukhari, 1/62)

4 – Membasuh Dengan Sekali, Dua, dan Tiga Kali

Dibolehkan membasuh anggota wudhu’ dengan sekali basuhan, dua kali dua kali dan tiga kali tiga kali, tetapi tidak dibolehkan membasuh sehingga empat kali. Sepakat ulama bahawa membasuh sekali hukumnya wajib. Sementara membasuh dua kali dan tiga kali adalah sunnah. (Lihat Majmu’ al-Fatawa, 1/229) Kecuali kepala dan telinga hanya diusap sekali (dan hukumnya bid’ah jika diusap melebihi sekali) usapan. (Lihat: Bidayatul Mujtahid, 1/13, Tarjih Ibnu Rusyd) Yang paling sempurna ialah mencontohi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dengan melakukan tiga kali (selain kepala dan telinga). Adapun hadis-hadis yang membolehkan satu kali, dua kali dan tiga kali cucian ialah:

“Dari Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu berkata: Telah berwudhu’ Nabi sallallahu ‘alaihi wa-sallam (dengan membasuh) satu kali, satu kali”. (H/R. al-Bukhari, 1/226)

Ada kalanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam membasuh anggota wudhu’nya dua kali, dua kali.

“Dari Abdullah bin Zaid radiyallahu ‘anhu berkata: Bahawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berwudhu’ (membasuh anggota wudhu’) dengan dua kali, dua kali”. (H/R. al-Bukhari, 1/226)

Ada kalanya baginda membasuh anggota wudhu’ dengan tiga kali, tiga kali:

“Baginda membasuh anggota-anggota wuduknya tiga kali”. (H/R. al-Bukhari)

“Dari Uthman bahawa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berwudhu’ (membasuh anggota wudhu’) tiga kali, tiga kali”. (H/R. Muslim)

“Dari Amr bin Syu’aib radiyallahu ‘anhu dari ayahnya dari datuknya, ia berkata: Telah datang seorang Badwi kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menanyakan permasalahan wudhu’ lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memperlihatkannya tiga kali tiga kali dan baginda bersabda: “Itulah bilangan wudhu’, maka barangsiapa menambah dari itu maka ia telah melakukan keburukan, pelanggaran dan kezaliman”.” (H/R. Ahmad)

5 - Berdoa Setelah Berwudhu’

Berdoa sejurus atau selepas berwudhu’ adalah sebagaimana yang diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:

“Dari Umar bin al-Khattab radiyallahu ‘anhu berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: Tiada seorang pun di antara kamu yang berwudhu’ dengan sempurna, kemudian ia mengucapkan:

أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ ، وَاَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

pasti (yang membaca doa di atas ini) akan dibukakan baginya kelapan-lapan pintu syurga, dia boleh masuk dari mana yang dia kehendaki”. (H/R. Muslim No. 234)

Pada hadis riwayat Imam at-Tirmizi terdapat penambahan di hujungnya, iaitu:

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

“Ya Allah, jadikanlah aku golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku golongan orang-orang yang membersihkan diri!” (Sahih: Lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi)

“Dari Abi Sa’ied al-Khudri radiyallahu ‘anhu berkata: Telah bersabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: Sesiapa yang berwudhu’ kemudian setelah selesai darinya dia membaca:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ اَللَّهُمَّ وَأَتُوْبُ اِلَيْكَ

Maka (dengan membaca doa ini) dituliskan di tempat tulisan, kemudian terpelihara dalam lambaran, maka tidak akan binasa sehingga ke hari kiamat”. (Sahih: Lihat: al-Jami’, no. 6046)

Relaktasi Pasca Haji


Setidaknya dari pengalaman saya :), saya bisa mengambil hikmah bahwa ujian bagi ibu menyusui yang berniat sambung ASI lagi pasca haji ada 2. Pertama ketika melepas, dan kedua ketika relaktasi.

Ketika relaktasi sendiri pun pada kasus saya ada 2 kendala lagi. Yang pertama, Lulwa saat itu sudah tidak mau minum asi. Mungkin dari sini kita bisa juga memutuskan untuk sekalian disapih, atau tetap meneruskan relaktasi.

Lulwa saat itu menolak nenen lagi, setiap kali ditawari tidak mau. Akhrinya saya coba relaktasi ketika dia sudah tidur. Sewaktu dia ngelilir dalam tidur saya coba tawari. Dan ternyata mau, mungkin karena setengah sadar setengah ngantuk ya. Setelah menyusu dan asi keluar dia pun jadi sadar & terbangun tapi tetap meneruskan nenennya.

Kendala keduanya adalah produksi ASI yang mulai menipis, bisa jadi membuat nyeri yang amat sangat di payudara saat awal2 disusukan. Rasanya bahkan lebih nyeri dibanding awal2 menyusui pasca persalinan. Produksi asi yang masih sedikit, sementara anak terus menghisap, juga kondisi kulit tidak setebal seperti ketika masa2 menyusui bisa jadi membuat kita berpikir ulang. Saat itu saya butuh waktu seminggu lebih untuk mengembalikan kondisi payudara seperti semula, tanpa sakit lagi jika dihisap.

Mungkin perlu dilihat juga kondisi anak, jika dia sudah lahap makannya, mungkin tidak mengapa sekalian disapih. Karena saat Lulwa dulu, ketika produksi asi sudah normal lagi, nafsu makan pun jadinya ga sebanyak seperti masa2 saat transisi produksi asi. :)

Melepas ASI selama Haji


Saya membawa pompa asi manual & nursing cover karena berniat sambung asi lagi pasca haji. Dan rasanya tiap busui yang pergi haji (walopun ga berniat sambung ASI lagi) juga perlu bawa deh ^^.

Saya saja yang sebelumnya mengira asi saya jumlahnya berkurang karena Lulwa sudah nggak banyak nenen, ternyata kecele. Selama seminggu pertama di perjalanan, baru deh kerasa kalo ternyata produksi ASI masih banyak. Beda ketika ada anak, ada yang minum setiap hari (walopun frekuensi nenennya nggak sering), sehingga kita nggak tahu seberapa banyak asi yang diminum si kecil.

Hari pertama saya di pesawat dalam perjalan ke Abu Dhabi sudah berasa bengkak banget dan sakit. Musti mompa di pesawat. Dalam sekali pompa bisa dapat 200 ml lebih totalnya. Jadi sedih waktu ngebuangnya, karena tahu ternyata selama ini yg diminum Lulwa masih banyak. Saya hanya bisa banyak beristigfar pas ngebuangnya, sambil minta semoga Allah beri penjagaan yang lebih baik bagi Lulwa disana. Pasti penjagaan Allah lebih sempurna dari saya. Dan alhamdulillah, Lulwa selama ditinggal jadi lebih lahap makannya.

Ohya kalo beli pompa asi yang merk bagusan sekalian. Maaf nyebut merk, dulu saya pakai Medella. Merk ini enak dipakenya, juga bahannya lebih kokoh, makanya harga pun selisih. Bukan apa2, ini karena tadinya dari Jepang saya bawa merk lain yang juga populer juga tapi harganya masuk range pertengahan :).

Jadi ceritanya, saya sempat dapet musibah pas mompa di pesawat saat perjalanan dari Abu Dhabi ke Jeddah, mungkin medannya ngga semulus sebelumnya, atau karena tipe pesawatnya yang lebih kecil (karena jarak tempuh lebih dekat mungkin ya, cuma 2 jam), sehingga turbulensinya lebih kerasa. Pas kencang2nya turbulen di pesawat pas saya lagi mompa, akhirnya jatuhlah itu breastpump, dan pecah. Hikkks, ini ujian pertama saya, karena selama 2 hari disana saya belum tau dimana bisa beli breastpump.

Sakit di dada bikin ibadah ngga nyaman. Saya terpaksa harus pompa tangan, otomatis jadinya ngga bisa mompa di masjid, harus ditahan sekalian sampe waktunya pulang ke penginapan, baru diperah pakai tangan.

Saya juga minta tolong ke salah satu petugas dari travel untuk dicarikan toko yang ngejual breastpump, mereka yang tanya2, dan yang ada di drugstore2 terdekat saat itu cuma breast pump model sederhana (seperti terompet) yang muraaah banget, yang ketika sudah dibeli ternyata ga bisa kepake sama sekali, masih mendingan mompa sama tangan :). Sampai akhirnya mereka menawarkan apa mau diantar ke hospital saja, untuk konsul obat dengan dokter.

Alhamdulillah akhirnya nemu sendiri drugstore yg gede & lumayan komplit produk2 importnya, ada di dalam mall di depan Masjidil Haram dari arah Pintu King Abdul Azis. Disana cuman ada merk medella itu aja, saya bayar 250 riyal untuk tipe yang manual (kurang lebih 5000 yen) sedikit lebih murah dari di jepang yang waktu itu saya lihat dijual seharga 6000 yen.

Makin hari produksi ASI memang makin berkurang ya, sampai hari2 terakhir di Madinah, saya hanya perlu memerah tiap 2-3 hari aja.

Meninggalkan keluarga


Dalam kasus kami, pada saat itu kami meninggalkan dua anak umur 17 bulan & 33 bulan. Alhamdulillah kedua orang tua suami bersedia diundang ke Jepang dan menjaga mereka. Tidak sepenuhnya sendiri memang, karena ada adik ipar yang tinggal di Kawasaki, dan seringnya menginap di rumah kami pada saat kami haji. Alhamdulilah Allah berikan banyak kemudahan dalam proses saat itu.

Karena kedua anak kami belum sekolah, jadi persiapan kami juga tidak terlalu banyak. Kami menuliskan dokumen tersendiri dalam satu binder yang isinya kebiasaan anak2, kegiatan sehari2, tempat menyimpan P3K, daftar klinik langganan, panduan bila terjadi gempa, wasiat terakhir bila kami tidak bisa kembali pasca Haji). Untuk kebutuhan2 anak lainnya (snack, pampers, dsb) sudah kami stock sebelum berangkat sehingga nanti orangtua kami hanya perlu berbelanja kebutuhan sehari2 di supa terdekat.

Anak kedua kami (Lulwa, 17 bulan saat itu) sebenarnya sering menjadi beban pikiran saya sebelum memutuskan berangkat. Disamping masih asi, dia juga tipe yang bakal nangis kalo ga keliatan ibunya. Wong dirumah saat ditinggal mamanya ke toilet aja udah nangis.

Saya sering bertanya pada teman saya Pici (Ummu Afif) yang punya pengalaman serupa tahun lalu. Alhamdulillah suami, orang tua, dan teman2 semuanya memantapkan, maka saya pun memutuskan untuk berangkat saat itu. Pertimbangannya kami mungkin ga lama lagi di Jepang, di Indonesia belum tentu bisa haji semudah ini. Juga memandang bahwa pada dasarnya usia Lulwa saat itu sudah cukup jika ditinggal, minum asi di keseharian cuma pada saat bete atau mau bobo saja. Selama masih aktif, Lulwa sudah bisa minum apa saja baik susu segar, fomula, air, jus dsb. Kemudian setelah haji pun saya berniat akan memberikan asi lagi.

Jadi persiapan 1 bulan sebelum berangkat adalah mulai sering2 ninggalin Lulwa sama papanya di rumah. Kemudian saya juga coba nitipin ke nursery per-jam punya kuyakusho (kelurahan), hampir 2 minggu saya nitipin mereka disana walopun ga setiap hari. Sambil terkadang dicoba juga dititip ke teman2 yang ada di masjid Otsuka. Semuanya reaksinya sama untuk Lulwa. Selalu nangis sampe capek kemudian tertidur sampai saya jemput :).

Latihan masih berlanjut ketika ortu suami datang seminggu sebelum haji, saya pun sengaja sering ninggalin anak2 dengan datuk-dadongnya. Saya tinggal keluar rumah, langsung nangis dan baru berhenti kalo diselimurin keluar rumah, itupun kalo diajak balik ke rumah, akan nangis lagi karena teringat ditinggal tadi, ckckc.. Bener2 dilema sebenarnya ya, tapi alhamdulillah salah satu yang kembali menguatkan saya saat itu adalah pesan ibu mertua saya. Beliau menegaskan, bahwa saya jangan khawatir dengan Lulwa. Kalo sudah disana, fokus dengan ibadah, yang khusuk dan semaksimal mungkin. Ini mungkin akan jadi kesempatan sekali seumur hidup. InsyaAllah Lulwa akan baik2 saja, karena haji adalah memenuhi kewajiban kita kepada Allah, maka Allah pulalah yang akan menjaga keluarga kita. Akhirnya bismillah, saya pun lebih tenang sejak saat itu, nggak kepikiran lagi meski Lulwa masih nangis2 kalo ditinggal.

Biidznillah, janji Allah dibuktikan pada hari H saat saya berangkat haji. Bada subuh, kami berunding agar nanti saat kami berangkat, anak2 diselimurkan saja dengan dibawa jalan2 keliling rumah dan main. Tapi menjelang keberangkatan, suami meminta supaya dibiarkan saja anak2 melihat kami pergi dan berpamitan, agar mereka ngga merasa dibohongi. Akhirnya dirumah kami berpamitan sambil menunjukkan gambar Kabah. Kami bilang pada mereka bahwa kami akan kesitu untuk haji, sholat dan labbaik (si sulung sudah familiar dengan doa talbiyah). Kami juga bilang bahwa mereka akan dijaga sama Allah dan datuk/dadongnya. Lalu mereka semua ikut mengantar keluar sampai tempat taksi. Sebelum masuk taksi, kami pamitan terakhir dengan lancar. Mereka berdua senyum2, dan ikut say bye2 sampai kami ga terlihat lagi. Hiks, jadi terharu sendiri.

Cerita datuknya, mereka ceria saja selama ditinggal. Cuma Lulwa doang yang di hari pertama, pas malamnya nangis lumayan lama tanpa bilang apa2. Kemungkinan karena sudah ngantuk dan dia bingung karena ga biasa tidur tanpa nenen. Tapi hari kedua dst, sudah ngga nangis. Kalau kami telpon pun, mereka menyambut dengan ceria, bukannya nangis. Dan mashaAllah, si Lulwa makannya jadi lebih lahap selama kami tinggal. Alhamdulillah, Allah mendengar pinta saya supaya Lulwa mendapat ganti yang jauh lebih baik dari ASI yang saya buang selama di perjalanan. InshaAllah.

Pengalaman teman kami yang lain (mbak Dewi Mardhana), beliau meninggalkan 2 anak yang sudah usia sekolah SD dititipkan di teman, pasangan Indonesia yang masih muda. Selama haji, temannya diminta tinggal di rumahnya. Segala kebutuhan anaknya selama 20 hari sudah disiapkan, mulai dari baju sekolah yang akan dipakai (sudah digantung urut berdasarkan hari penggunaan), lauk untuk bento selama 20 hari (masak jumlah besar lalu di taruh di freezer sehingga nanti tuan rumah pengganti ga perlu repot masak). Untuk tuan rumah juga dibuatin lauk sejenis rendang atau semacamnya. Kemudian juga menuliskan jadwal kegiatan anak full sehari2.

Kirim Oleh2 Pakai EMS


  • Baik di Mekah/Madinah akan mudah kita jumpai cabang kantor pos disekitar masjid. Bahkan ada yang jemput bola dengan membuka mobil pos di sekitar masjid. Mereka memang membuka paket2 layanan spesial untuk jamaah haji.
  • Sejumlah rekan haji memilih EMS untuk mengirim paket bagi keluarganya di Indonesia. Kami saat itu juga memakai jasa EMS karena bagasi yang sudah berat, ngga kebayang gimana bawanya nanti di Jepang. Itu karena suami saya ngeborong 10 kg kurma ajwa, selain dibagi2in juga buat diet katanya :). Harganya tergolong murah lho dibanding standar EMS biasanya, mungkin termasuk pelayanan terhadap jamaah haji ya. Saat itu kami mengirim 15 kg ke Jepang 'cuma' kena sekitar 350 riyal (7000 yen). Berat segitu jika dibandingkan dengan harga standar EMS termasuk murah lho, biasanya bisa kena 2x lipat lebih. Kenapa saya tahu? Karena saya biasa kirim EMS dari Indonesia ke Jepang :).


Seputar Oleh2

 
  • Kurma ajwa di Madinah lebih murah dibeli di Pasar Kurma, lokasi dekat dari masjid maupun tempat menginap kami, dalam artian bisa ditempuh dengan jalan kaki. Jika belum tahu, bisa bertanya dimana lokasinya pada ustad pembimbing atau pada petugas tour.
  • Untuk abaya maupun oleh2 lain mungkin lebih baik dibeli di Madinah, selain banyak yang lebih murah, banyak pilihan, juga dari segi waktu lebih longgar. Disana bisa ditawar, apalagi kalau belinya banyak. Tapi nawarnya juga jangan jatuh2 banget ya, yang ada malah bisa diusir nantinya :).
  • Pedagang disana juga sangat familiar dengan bilangan dalam bahasa indonesia. Jadi bisa nawar pake bahasa Indonesia.
  • Yang saya perhatikan pedagang di Madinah cenderung lebih genit daripada pedagang Mekah. Walopun banyak juga yang ramah dan baik ya. Suka ngasih bonus atau hadiah juga ada. Bukan menakut2i, ini hanya untuk menasehati  supaya wanita disana lebih hati2 dan jaga sikap, kalo nawar jangan sambil senyum. Cerita teman2 yang belanjanya barengan saja digodain (baik sama suami maupun rame2 sama teman). Kalo belanjanya dengan suami, posisinya nempel terus aja sama suami. Pengalaman saya, dulu pernah misah kira-kira 2-3 m dari suami karena lagi liat2 barang lain (tapi masih di toko yang sama), itu saja langsung dirangkul dari belakang sama pedagangnya. Pas udah nempel ke suami juga ditanya, “itu adiknya ya?”. Astaghfirullah, parah.. 
  • Kalau suami tiba2 dirangkul, dipeluk atau dicium jangan kaget dan suuzhon dulu, memang budaya Arab dari sononya udah begitu ^^. Mungkin bagi kita yang nggak biasa jadi aneh ngeliatnya, karena sama2 lelaki, baru kenal pula. Mungkin itu cara mereka mengungkapkan expresi sayang pada saudara seiman. :)
  • Di Madinah kami juga suka lihat2 toko buku, karena suka nemu buku2 dalam berbagai bahasa, termasuk Indonesia, beberapa jika di kurskan rupiah ada yang lebih murah, ada yang sama. Banyak buku2 yang bagus yang sudah diterjemahkan, karena rata2 penulisnya ulama terkenal yang menjadi rujukan fatwa di Timur Tengah/Saud. InshaAllah manfaat & banyak memberi pencerahan. Juga bisa jadi teman kita dalam mengisi waktu luang selama di penginapan. Kemudian kami lihat juga sudah ada alquran dengan pena digital, yang sekarang di Indonesia mulai ngetrend. Waktu itu tahun 2011 di Madinah harganya kisaran 400 riyal.
     

Raudhoh dan Masjid Nabawi


Poin2 yang saya ingat seputar masjid Nabawi & Raudhah:

  • Di masjid Nabawi, jamaah wanita dipisahkan pintu masuknya, yaitu di area belakang masjid.
  • Untuk toilet & tempat wudhu lebih bersih dan nyaman.
  • Penjagaan terhadap jamaah wanita lebih ketat. Disini akan dibuka dan diperiksa detil satu persatu tas bawaan kita. Pakaian juga diraba. Ini untuk mencegah masuknya kamera/ hp berkamera. Aturan ini sepertinya khusus jamaah perempuan, karena kata suami saya, jamaah laki2 bisa langsung masuk tanpa ada pemeriksaan sebelumnya, bahkan banyak yang ambil foto di dalam masjid. 
  • Jadi jamaah wanita yang hp nya tanpa kamera boleh dibawa masuk. Tapi kalau berkamera, akan disuruh menitipkan di ruang penitipan (bukan disuruh keluar masjid lho). Hanya saja, kebanyakan jamaah yang enggan menitipkan, lebih memilih untuk keluar dan sholat di shaf halaman masjid. InshaAllah aman, karena saya juga selalu nitipin kalo lagi pingin sholat di dalam masjid. Soalnya petugasnya pada teliti lho, jarang kelewatan. Nanti kita akan ditunjukkan dimana ruang penitipannya, sebuah kantor kecil di dalam masjid, dibawah tangga. Saya lupa persisnya ada di dekat pintu apa. Disini nanti akan diberi kartu nomor penitipan untuk mengambil hp. Di kantor ini juga biasanya disediakan buklet2 saku tentang materi keislaman yang sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Silakan saja diambil gratis. Isinya bagus2 biasanya. 
  • Bagi yang ber-hp kamera dan akan shalat di dalam masjid, bisa janjian dulu sama suami ketemuan di gate nomor berapa nantinya.
  • Pintu raudah untuk jamaah perempuan dibuka sehari 3x:
1. Bada sholat isyraq (shalat Dhuha yang dilakukan di awal waktu yaitu 15-20 menit setelah syuruq), sekitar pukul 7-9 pagi.
2. Bada dhuhur sampai jam 2 siang.
3. Bada isya.
  • Batas raudah adalah karpet dan tiang2 yang berwarna hijau, usahakan ketika berada di dalamnya memperbanyak doa atau sholat. Oh ya menuju raudhah ini berdesakan sekali, hampir seperti mau cium hajar aswad. Walopun askar (petugas) sudah mengantisipasinya dengan cara mengelompokkan jamaah per suku bangsa, misalnya ras asia, afrika, amerika dsb. Setelah dikelompokkan, askar juga mengatur urutan masuknya rombongan2 tsb ke raudhah. Tapi yang saya lihat pada prakteknya, mereka yang ras nya berbadan besar seringkali tidak sabar dan menyerobot, inilah yang bikin saling dorong dan berdesakan. 
  • Saran saya jangan terbawa arus berebutan, ketika memang giliran kita yang diserobot, ngalah saja. Pertama kali ke raudah, saya ngga sadar ikut arus berebut tsb sehingga akhirnya tercampur ga jelas saya masuk rombongan ras mana, yg kecil berebutan dengan mereka yang besar, gencet2an. Meski akhirnya bisa masuk juga tapi dengan kondisi penuh sesak, sampai saya tidak shalat di dalamnya krn kuatir terinjak2. Memang karena saking kuatnya dorongan orang2 di belakang kita, terkadang membuat sebagian orang ikut mendesak maju mencari tempat di depannya  tanpa peduli kalo ada yang masih sujud, sholat, dsb. 
  • Di kesempatan berikutnya, saya coba ngikut saja apa komando askar. Memang harus extra sabaaar, karena rombongan Melayu cenderung diserobot mlulu lho, mungkin karena fisik yang lebih kecil dan watak yang lebih suka ngalah :). Saking banyaknya arus yang nyerobot ini, askarnya pun ngga bisa banyak berbuat, mereka hanya bisa berteriak mencegah, atau menyuruh kami yang diserobot supaya tetap duduk & ngga ikutan nyerobot. Jadi saya pun mencoba untuk mendobel kesabaran yaitu bersabar untuk menunggu + bersabar menahan diri supaya ga ikut nyerobot. Sampai akhirnya saya lihat rombongan Melayu berada di urutan belakang. Alhamdulillah tapi nikmat sekali setelahnya, bisa berdoa & sholat lebih lama di dalam raudhah tanpa ada yang mendorong2 atau neriakin untuk gantian. Kanan kiri pun masih ada space alias ga berdesakan. Saya lebih nyaranin bagi wanita lanjut usia atau wanita hamil supaya mengambil cara kedua ini.

    Rawatib atau Tidak?


    Menurut penjelasan salah satu pembimbing haji kami saat itu (ust. Jaelani), salah satu rukhsah (keringanan) musafir selain jamak & qasar adalah tidak perlu melakukan shalat sunnah rawatib kecuali shalat Witir dan qobliyah Subuh.

    Hal demikian berlaku jika safarnya kurang dari 4 hari, atau dia belum mengetahui dengan pasti akan berapa lama nantinya safarnya itu memakan waktu.
    Jika sejak awal keberangkatan kita sudah tahu pasti bahwa safar ini nantinya memakan waktu  lebih dari 4 hari, maka status kita disana adalah sebagai mukim. Sehingga lebih utama bagi kita jika melakukan shalat rawatib ini. Itulah mengapa ketika kita di Mekah & Madinah kita tidak menjamak/qasar dan disunnahkan melakukan rawatib.

    Di Mina


    • Hendaknya memperbanyak sabar dan syukur daripada mengeluh/ menggerutu. Jika bertemu hal2 yang tidak enak dirasa, perbanyak saja istighfar, semoga Allah menambahkan kemudahan, kekuatan & kesabaran. Kita maklumi saja segala kekurangan yang ada di Mina, ini sangat wajar, mengingat di Mina ini seluruh jamaah haji berkumpul untuk mabit. Banyak pula diantara mereka yang sudah sepuh yang pastinya lebih berat lagi bagi mereka menjalankannya. Jika ada yang kita keluhkan terkait tempat, makanan, ada baiknya kita melihat ke luar maktab, melihat bahwa ternyata kondisi kita masih lebih beruntung. Masih banyak jamaah haji mandiri yang mabit dengan tendanya sendiri yang lebih terbatas kondisinya, dengan makanan seadanya, bahkan mereka pun sangat bergembira saat diberi sebagian ekcil jatah daging korban. 
    • Ketika berada di tenda, baiknya dimanfaatkan untuk beristirahat, membantu sesama jamaah yang sepuh/lemah atau memperbanyak zikir dan doa., mengingat di Mina ini masih merupakan tempat2 mustajab untuk berdoa. Biasanya banyak yang lalai akan hal ini. Hindari pembicaraan yang sia2 atau menggerutu. 
    • Merenungi keajaiban Mina yang tiap tahun mampu menampung seluruh jamaah haji, meskipun kuotanya selalu bertambah jutaan orang. Kita tidak perlu hawatir kehabisan atau tidak mendapat tempat di Mina pada waktu haji. Benarlah sabda Rasullah SAW, "Sesungguhnya Mina itu seperti rahim, yang mana ketika terjadi kehamilan, diluaskan oleh Allah SWT".
    • Mempelajari tata cara wudhu, tata cara wudhu darurat.
    • Rutin menyetorkan air seni sebelum diujung tanduk (kebelet). Karena mengantri KM itu sudah pasti, dan antrian bisa jadi lebih mengular menjelang waktu shalat Dhuhur, Maghrib, & Subuh. 
    • Membawa stok beberapa pcs baju, bila disana nanti tidak sempat mencuci. Karenanya usahakan sebelum ke Mina, sudah tidak meninggalkan baju kotor di Mekah. Bagi yang tidak sempat cuci baju, begitu sampai Mekah bisa langsung ganti baju bersih. Ada juga sih yang mencuci di KM, lalu dijemur di depan tenda, dengan gantungan berupa tali yang dibentangkan. Karena panas, inshaAllah menjemur disana setengah hari pun sudah kering.^^

    Di Arafah


    Sebagaimana kita ketahui bahwa haji adalah wukuf di Arafah. Jadi inilah puncak dari ritual haji kita. Sudah selayaknya kita mempersiapkan dengan baik momen wukuf ini.

    • Persiapan kesehatan, usahakan jangan berlebihan dalam memforsir ibadah2 sunnah sebelum haji.  Misalnya thawaf sunnah. Pada musim haji, untuk bisa mengerjakan thawaf sunnah ini perlu energi yang besar. Mau thawaf agak cepat memang di lantai 1, tapi sangat penuh. Mau lebih santai thawafnya bisa di lantai 2&3, tapi waktu tempuhnya nya lebih lama. Kita sendiri yang bisa ukur kekuatan masing2, jaga stamina & kesehatan jangan sampai ambruk duluan sebelum puncak ibadah. Oh ya jika ingin thawaf yang agak longgar di lantai 1, bisa datang ke masjid sekitar waktu tahajud jam 1-2 dini hari. Itupun jika makin mendekati tanggal 8 Dhulhijjah, akan makin penuh juga setiap harinya. MashaAllah. Melihat kondisi demikian, cukuplah kita memperbanyak takbir dan tasbih daripada mengeluh. Membayangkan bahwa betapa jutaan orang datang hanya untuk mengharap wajah Allah, memperbanyak syukur bahwa atas kehendak Nya kita bisa menjadi salah seorang diantara tamu2 Allah tsb. 
    • Sehari sebelum tgl 8 Dzulhijjah, persiapkan pulsa dalam jumlah secukupnya, untuk mengantisipasi jika selama hari2 di Mina susah menemukan kios isi ulang. 
    • Tanggal 9 Dzulhijjah, jika kita sudah sampai di Arafah di pagi harinya, usahakan memanfaatkan waktu yg ada untuk berisitirahat dan tidur. Pengalaman saya dulu, rombongan jepang sampai di Arafah sekitar pukul 9 pagi. Bisa tidur dan istirahat 1-2 jam saja sudah sangat membantu. Ini dikarenakan ritual wukuf mulai start saat zawwal (setelah matahari condong ke barat) yaitu ketika masuk Dhuhur, sampai waktu maghrib. Waktu wukuf yang cuma sekitar 5 jam lebih ini sebisa mungkin dimanfaatkan sebaik-baiknya, dengan memperbanyak zikir & doa (baik doa pribadi, umum, titipan). Untuk mencegah kelelahan atau mengantuk selama wukuf, gunakan waktu yang ada sebelumnya untuk beristirahat. Menjelang Dhuhur kita bisa bangun, ambil air wudhu, dan minum kopi susu (disediakan di luar2 tenda). Saya yang ngga biasa minum kopi pun ikut2 minum :), sebagai ikhtiar menolak kantuk yang konon godaannya besar saat wukuf. 
    • Oh ya bagi ibu2 jangan tergoda untuk ngobrol selama waktu wukuf ya, sayang :).
    • Pelajari adab2 berdoa.
    • Sebelum wukuf sempat mendapat penjelasan dari ustad pembimbing kami saat itu (Ust. Jaelani), dikarenakan sebelumnya sebagian jamaah wanita ada yang mengeluhkan, merasa 'nelongso' kok seakan2 jamaah Jepang ini dibiarkan begitu saja, nggak dikasih bimbingan doa bersama2 sebagaimana jamaah2 lain. Memang saat itu akan banyak kita dapati di tenda2 tetangga kita dimana mereka dipandu berdoa bersama2 secara berjamaah, bahkan pakai pengeras suara. Penjelasan ustad saat itu adalah, bahwa ketika wukuf adalah waktu dimana Allah turun ke langit dunia, membanggakan dan memuji ke atas malaikat2 Nya terhadap hamba2 Nya yang sedang berdoa dan berwukuf. Istimewanya Islam adalah kita bisa langsung memohon & meminta kepada Rabb kita tanpa perantara, bahkan doa berjamaah itu sebenarnya tidak ada tuntunannya pernah dilakukan oleh Nabi SAW & para sahabat. Apalagi jika memakai pengeras suara, yang ada malah mengganggu jamaah lainnya. Beliau juga menjelaskan amalan2 saat wukuf seperti menjamak Dhudhur & Asar, zikir yang paling utama, adab2 berdoa, juga dibolehkannya berdoa dengan bahasa masing2. Yang inshaAllah jika berdoa dengan bahasa sendiri yang kita pahami akan bisa lebih khusyuk, daripada mengamini doa bersama2 dalam bahasa Arab, tapi kita sendiri tidak tahu maknanya.