Tuesday, May 28, 2013

Pindahan: Unlock iPhone & Jasa Perusahaan Pindahan

Karena beberapa teman sudah nanyain hal yang sama, akhirnya terpikir untuk dituliskan juga disini sekalian. Semoga bermanfaat ๐Ÿ˜˜

Unlock iPhone 4s dan iphone 5
Pakai rsim7 atau rsim8 (keduanya bisa). Bisa dibeli online di amazon jp, rakuten jp, atau yahoo auction jp. Nanti di indonesia tinggal beli perdana nanocard-nya. Untuk detail cara penggunaannya, bisa dilihat di website http://www.rsim5.com/index.htm
Setelah di unlock, iphone masih bs diupdate ios seperti biasanya. Ga ada perubahan seperti kalo pake jailbreak. Untuk pasang sim cardnya memang agak tricky. Kalau ga pas, akan keluar tulisan "no card". Tapi ga masalah, bisa diulang lagi kok. 

Jasa Moving Company
Setelah menghubungi beberapa perusahaan pindahan, tinggal 2 pilihan tersisa yaitu Crown line dan Shipmates (jazaakillah khair Uni Dayang tetanggaku sayang atas infonya ๐Ÿ˜˜). Keduanya pilihan yang paling ekonomis diantara lainnya. Saat itu Shipmates menawarkan harga yang lebih murah dibanding Crown Line. Akan tetapi dengan beberapa pertimbangan berikut, akhirnya pilihan jatuh ke Crown Line:

๐ŸŒฑCrown Line menawarkan door to door. Kalau Shipmates hanya sampai Surabaya. Lalu akan dialihkan ke pihak ketiga.
๐ŸŒฑCrown Line punya cabang di Surabaya
๐ŸŒฑKarena saya bawa sepeda listrik, dari Crown Line mereka yang akan mengurusi packaging sepeda, sudah termasuk harga yang ditawarkan. Sementara Shipmates, untuk packaging sepeda masih harus membayar lagi. Itupun mereka meminta supaya dipreteli bagian2 tertentu. Tentu saja karena ini sepeda  listrik, kami ga berani ambil resiko, kalo terjadi apa2, di Indonesia nggak ada yang jual spareparts-nya. 

Thursday, April 25, 2013

Doa ketika ditimpa musibah

Saat ditimpa musibah, bersabarlah kemudian panjatkan doa. Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam mengajarkan pada kita doa2 tertimpa musibah yang diriwayatkan dalam beberapa hadis. Salah satunya adalah doa dibawah ini yang diamalkan oleh Ummu Salamah. Ummu Salamah pernah mendengar Abu Salamah menceritakan doa ini, yang diajarkan oleh Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam. Kemudian Ummu Salamah pun menghafalnya. Dan ketika ditimpa musibah berpulangnya Abu Salamah, maka Ummu Salamah pun mengucapkannya. Meskipun dalam hati beliau saat itu sempat meragukan, apakah ada pengganti yang lebih baik dari Abu Salamah. Dan ternyata setelah masa iddah beliau selesai, beliau dilamar oleh Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam.

***
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengisahkan, “Pada suatu hari suamiku Abu Salamah kembali dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Ia berkata, “Saya telah mendengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam suatu perkataan yang membuat aku begitu gembira. Beliau bersabda: “Tidaklah sebuah musibah menimpa seorang pun dari kaum muslimin lalu ia beristirja’ (mengucapkan innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’un) saat tertimpa musibah tersebut, kemudian ia mengucapkan:

ุงู„ู„ู‡ُู…َّ ุฃْุฌُุฑْู†ِูŠ ูِูŠ ู…ُุตِูŠุจَุชِูŠ، ูˆَุงุฎْู„ُูْ ู„ِูŠ ุฎَูŠْุฑًุง ู…ِู†ْู‡َุง

“Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.” Melainkan doa itu akan terlaksana.”

Ummu Salamah melanjutkan ceritanya, “Maka aku pun menghafalkan doa tersebut dari Abu Salamah. Ketika Abu Salamah meninggal, aku pun mengucapkan innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’un dan membaca doa:

ุงู„ู„ู‡ُู…َّ ุฃْุฌُุฑْู†ِูŠ ูِูŠ ู…ُุตِูŠุจَุชِูŠ، ูˆَุงุฎْู„ُูْ ู„ِูŠ ุฎَูŠْุฑًุง ู…ِู†ْู‡َุง

“Ya Allah berilah aku pahala dalam musibah yang menimpaku, dan berilah aku ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa.

Aku kemudian bertanya-tanya dalam hati, “Dari mana saya mendapatkan ganti yang lebih baik daripada suamiku Abu Salamah?”

Ketika masa ‘iddah saya telah habis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam meminta izin bertemu denganku. Saat itu aku sedang menyamak kulit, maka aku pun segera mencuci tanganku dan member izin beliau bertamu. Saya meletakkan sebuah bantal dari kulit yang diisi oleh serabut. Beliau duduk di atas bantal itu dan melamarku.

Setelah beliau selesai berbicara, saya pun berkata, “Wahai Rasulullah, bukannya saya tidak ingin dengan Anda. Namun saya ini seorang wanita yang sangat pencemburu. Saya khawatir Anda akan melihat dariku perkara yang justru menyebabkan Allah menyiksaku karenanya. Saya juga wanita yang telah berumur tua. Lebih dari itu saya punya banyak anak.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam menjawab, “Perkara cemburu yang engkau sebutkan tadi, maka Allah akan menghilangkannya darimu. Perkara usiamu yang telah tua, aku pun mengalami hal yang sama denganmu. Sedangkan perkara banyaknya anakmu, maka anak-anakmu adalah anak-anakku juga.”

Ummu Salamah berkata, “Jika begitu, saya menyerahkan sepenuhnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam akhirnya menikahi Ummu Salamah.

Ummu Salamah berkata, “Allah Ta’ala telah menggantikan Abu Salamh untukku dengan orang yang lebih baik, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam.”(HR. Ahmad no. 16344 dan Ya’qub bin Sufyan al-Fasawi dalam al-Ma’rifah wa at-Tarikh)

Wednesday, September 26, 2012

Yasir Qadhi Lectures

Secara ga sengaja ngeliat video syaikh Yasir Qadhi ini di tautan teman di facebook.. terus jadi ngefans deh. Masha Allah bagus penyampaiannya, wawasannya luas.


Dan ternyata ada Facebook Pagenya, disitu lebih banyak lagi lectures2 bermutu yang dishare disana...

Tuesday, September 11, 2012

Tanah Suci

BARANG TEMUAN DI MEKKAH TIDAK BOLEH DIMILIKI

Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah saya boleh mengambil barang yang hilang di Mekkah dan membawanya lalu mengumumkan di tempat saya tinggal? Ataukah yang wajib atas saya memberitahukannya di pintu-pintu masjid, pasar dan lainnya di Mekkah al-Mukarramah?

Jawaban
Barang temuan di Mekkah secara khusus tidak halal diambil kecuali oleh orang yang akan mengumumkannya atau menyerahkan kepada pihak berwenang yang mengurusi harta seperti itu. Sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Dan tidak halal mengambil barang temuan di Mekkah kecuali orang yang akan mengumumkannya”

Adapun hikmah dibalik itu adalah, bahwa barang yang hilang jika masih di tempatnya maka boleh jadi pemiliknya akan kembali kepada tempat tersebut dan akan mendapatkannya. Atas dasar ini, kami mengatakan kepada saudara penanya, bahwa kamu wajib mengumumkannya di Mekkah al-Mukarramah di tempat ditemukannnya barang dan sekitarnya, seperti di pintu-pintu masjid dan tempat-tempat berkumpulnya manusia. Dan jika tidak, maka serahkanlah barang tersebut kepada para petugas yang khusus menangani barang hilang atau yang lainnya.




MEMOTONG POHON DI TANAH SUCI

Oleh: Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin

Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apa yang wajib dilakukan orang yang memotong pohon di tanah suci? Dan apa batas-batas tanah suci?

Jawaban
Siapa yang memotong pohon besar di Mekkah maka dia wajib menyembelih unta, dan jika pohonnya kecil wajib menyembelih kambing. Sedangkan kesalahan karena mencabut rumput maka ditentukan nilainya oleh hakim. Tetapi diperbolehkan memotong dahan yang menjulur ke jalan dan mengganggu orang yang lewat. Sebagaimana juga boleh memotong tumbuhan yang di tanam manusia.

Adapun batas-batas tanah haram adalah telah maklum. Di mana pada batas akhirnya terdapat rambu-rambu jelas yang terdapat di jalan-jalan, seperti yang terdapat di antara Muzdalifah dan Arafah, di jalan ke Jeddah dekat Al-Syumaisi, di Hudaibiyah dan lain-lain.


BURUNG MERPATI DI TANAH SUCI TIDAK MEMPUNYAI KELEBIHAN ATAS BURUNG MERPATI DI TEMPAT LAIN

Oleh: Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta

Pertanyaan.
Lajnah Da’imah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta ditanya : Seseorang yang haji mengatakan bahwa burung merpati di Madinah jika telah dekat waktunya untuk mati, maka dia pergi ke Mekkah dan membelah langit di atas Ka’bah sebagai perpisahan kepadanya, kemudian mati setelah terbang beberapa mil. Apakah demikian ini benar ataukah tidak, mohon penjelasan?

Jawaban.
Burung merpati Madinah, bahkan burung merpati Mekkah, tidak mempunyai keistimewaan khusus atas burung merpati lainnya. Hanya saja dilarang menjadikan burung merpati di tanah suci sebagai buruan atau mengusirnya bagi orang yang sedang ihram haji atau umrah, bahkan bagi orang yang tidak sedang ihram, jika burung merpati berada di Mekkah atau di Madinah. Tapi jika keluar dari kedua tanah suci, maka boleh menangkapnya dan menyembelihnya bagi orang yang tidak ihram haji atau umrah berdasarkan firman Allah.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram” [Al-Ma’idah : 95]

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Allah memuliakan kota Mekkah, maka tidak halal bagi seseorang sebelumku dan juga setelahku. Sesungguhnya dia halal bagiku sesaat dari waktu siang. Tidak boleh dicabut tanamannya, tidak boleh dipotong pohonnya dan tidak boleh diusir binatang buruannya” [HR Bukhari]

Dan dalam hadits lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Sesungguhnya Nabi Ibrahim memuliakan Mekkah dan aku memuliakan Madinah. Tidak boleh dipotong pohonnya dan tidak boleh diburu binatang buruannya” [HR Muslim]

Maka barangsiapa yang menyatakan bahwa burung merpati mana pun yang di Madinah jika dekat ajalnya terbang ke Mekkah dan melintas di atas Ka’bah, maka dia orang bodoh yang mendalihkan sesuatu tanpa dasar yang shahih. Sebab ajal (kematian) tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah. Firman-Nya.

“Artinya : Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi manapun dia akan mati” [Luqman ; 34]

Sedangkan perpisahan dengan Ka’bah adalah dengan melakukan thawaf di sekelilingnya, dan itupun bagi orang haji dan umrah. Maka menyatakan bahwa burung merpati mengetahui ajalnya dan berpamitan ke Ka’bah dengan terbang di atasnya adalah suatu dalil yang bohong dan tidak akan berani melakukannya kecuali orang bodoh yang membuat kebohongan kepada Allah dan kepada hamba-hambaNya.

Dan kepada Allah kita mohon pertolongan. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhamamd, keluarga dan shahabatnya.

[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustakan Imam Asy-Syafi'i. Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Saturday, September 8, 2012

Adab Menuju ke Masjid

* Sumber: carasholat.com & muslim.or.id

Berikut di antara beberapa adab yang perlu diperhatikan seorang muslim ketika hendak melakukan shalat berjamaah di masjid :

Memilih Pakaian yang Bagus, Sopan, Suci.
Hendaknya kita memilih pakaian yang bagus saat pergi ke masjid. Allah tidak hanya memerintahkan kita untuk sekedar memakai pakaian yang menutup aurat, akan tetapi memerintahkan pula untuk memperbagus pakaian, lebih-lebih lagi ketika akan pergi ke masjid. Allah Ta’ala berfirman
ูŠَุง ุจَู†ِูŠ ุขุฏَู…َ ุฎُุฐُูˆุงْ ุฒِูŠู†َุชَูƒُู…ْ ุนِู†ุฏَ ูƒُู„ِّ ู…َุณْุฌِุฏٍ
“Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al A’raf: 31).
Dari ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa kita dianjurkan untuk berhias ketika shalat, lebih-lebih ketika hari jumat dan hari raya. Termasuk dalam hal ini memakai parfum bagi laki-laki.
Namun sekarang banyak kita jumpai kaum muslimin yang ketika pergi ke masjid hanya mengenakan pakaian seadanya padahal ia memiliki pakaian yang bagus. Bahkan tidak sedikit yang mengenakan pakaian yang penuh gambar atau berisi tulisan-tulisan kejahilan. Akibatnya, mau tidak mau orang yang ada dibelakangnya akan melihat dan membacanya sehingga mengganggu konsentrasi dan kekhusyukan shalat.

Adab Ke Masjid Bagi Wanita
Jika seorang wanita hendak pergi ke masjid, ada beberapa adab khusus yang perlu diperhatikan :
Meminta izin kepada suami atau mahramnya
Tidak menimbulkan fitnah
Menutup aurat secara lengkap
Tidak berhias dan memakai parfum
Abu Musa radhiyallahu‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« ูƒُู„ُّ ุนَูŠْู†ٍ ุฒَุงู†ِูŠَุฉٌ ูˆَุงู„ْู…َุฑْุฃَุฉُ ุฅِุฐَุง ุงุณْุชَุนْุทَุฑَุชْ ูَู…َุฑَّุชْ ุจِุงู„ْู…َุฌْู„ِุณِ ูَู‡ِู‰َ ูƒَุฐَุง ูˆَูƒَุฐَุง ูŠَุนْู†ِู‰ ุฒَุงู†ِูŠَุฉً ».
“Setiap mata berzina dan seorang wanita jika memakai minyak wangi lalu lewat di sebuah majelis (perkumpulan), maka dia adalah wanita yang begini, begini, yaitu seorang wanita pezina”. (HR. Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih At Targhib wa At Tarhib 2019).

Berwudhu dari Rumah.
Sebelum pergi ke masjid, hendaknya berwudhu sejak dari rumah, sebagaimana diterangkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
ู…َู†ْ ุชَุทَู‡َّุฑَ ูِูŠ ุจَูŠْุชِู‡ِ ุซُู…َّ ู…َุดَู‰ ุฅِู„َู‰ ุจَูŠْุชٍ ู…ِู†ْ ุจُูŠُูˆุชِ ุงู„ู„ู‡ِ ู„ِูŠَู‚ْุถِูŠَ ูَุฑِูŠุถَุฉً ู…ِู†ْ ูَุฑَุงุฆِุถِ ุงู„ู„ู‡ِ ูƒَุงู†َุชْ ุฎَุทْูˆَุชَุงู‡ُ ุฅِุญْุฏَุงู‡ُู…َุง ุชَุญُุทُّ ุฎَุทِูŠุฆَุฉً ูˆَุงู„ْุฃُุฎْุฑَู‰ ุชَุฑْูَุนُ ุฏَุฑَุฌَุฉً
“Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu dari kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan, maka kedua langkahnya salah satunya akan menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim 1553)

Membaca Doa Keluar Rumah
Di antara doa yang disyariatkan adalah
ุจِุณْู…ِ ุงู„ู„َّู‡ِ ุชَูˆَูƒَّู„ْุชُ ุนَู„َู‰ ุงู„ู„َّู‡ِ، ู„َุง ุญَูˆْู„َ ูˆَู„َุง ู‚ُูˆَّุฉَ ุฅِู„َّุง ุจِุงู„ู„َّู‡ِ
Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah.

Membaca doa ini ketika keluar rumah memiliki keutamaan besar, sebagaimana disebutkan dalam hadis Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Apabila ada orang yang keluar dari rumahnya, kemudian dia membaca doa di atas, dikatakan kepadanya:
ู‡ُุฏِูŠุชَ، ูˆَูƒُูِูŠุชَ، ูˆَูˆُู‚ِูŠุชَ
‘Kamu diberi petunjuk, kamu dicukupi, dan kamu dilindungi‘
maka setan-setanpun berteriak. Kemudian ada salah satu setan yang berkata kepada lainnya: “Bagaimana mungkin kalian bisa menggoda orang yang sudah diberi petunjuk, dicukupi, dan dilindungi.” (HR. Abu Daud, Turmudzi dan dishahihkan Al-Albani)

Keterangan:
1. Doa ini sangat ringkas, mudah dibaca, namun keutamannya besar
2. Tidak dijumpai riwayat yang menganjurkan mengangkat tangan ketika membaca doa ini.

Gunakan sandal atau alas kaki lainnya dengan mendahulukan kaki kanan.
Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,
ูƒَุงู†َ ุงู„ู†َّุจِูŠُّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ูŠُุนْุฌِุจُู‡ُ ุงู„ุชَّูŠَู…ُّู†ُ، ูِูŠ ุชَู†َุนُّู„ِู‡ِ، ูˆَุชَุฑَุฌُّู„ِู‡ِ، ูˆَุทُู‡ُูˆุฑِู‡ِ، ูˆَูِูŠ ุดَุฃْู†ِู‡ِ ูƒُู„ِّู‡ِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka mendahulukan yang kanan, ketika memakai sandal, menyisir rambut, bersuci, dan yang lainnya.” (HR. Bukhari, Ahmad dan yang lainnya)
 
Berjalan menuju masjid dengan tenang
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ุฅุฐุง ุณู…ุนุชู… ุงู„ุฅู‚ุงู…ุฉ ูุงู…ุดูˆุง ุฅู„ู‰ ุงู„ุตู„ุงุฉ ูˆุนู„ูŠูƒู… ุงู„ุณูƒูŠู†ุฉ ูˆุงู„ูˆู‚ุงุฑ، ูˆู„ุง ุชُุณุฑุนูˆุง
“Apabila kalian mendengar iqamah, berjalanlah menuju shalat dan kalian harus tenang, dan jangan buru-buru…” (HR. Bukhari & Muslim)
Di samping itu, dengan berjalan tenang, kita akan mendapatkan banyak pahala. Karena setiap langkah kaki kita dicatat sebagai pahala dan menghapus dosa.
Di antara hikmah larangan terburu-buru ketika shalat, agar kita tidak ngos-ngosan ketika melaksanakan shalat. Nafas tersengal-sengal ketika shalat, bisa menyebabkan shalat kita menjadi sangat terganggu.

Membaca doa menuju masjid
Ketika hendak menuju masjid, dianjurkan membaca :
ุงู„ู„َّู‡ُู…َّ ุงุฌْุนَู„ْ ูِูŠ ู‚َู„ْุจِูŠ ู†ُูˆุฑًุง ูˆَูِูŠ ุจَุตَุฑِูŠ ู†ُูˆุฑًุง ูˆَูِูŠ ุณَู…ْุนِูŠ ู†ُูˆุฑًุง ูˆَุนَู†ْ ูŠَู…ِูŠู†ِูŠ ู†ُูˆุฑًุง ูˆَุนَู†ْ ูŠَุณَุงุฑِูŠ ู†ُูˆุฑًุง ูˆَูَูˆْู‚ِูŠ ู†ُูˆุฑًุง ูˆَุชَุญْุชِูŠ ู†ُูˆุฑًุง ูˆَุฃَู…َุงู…ِูŠ ู†ُูˆุฑًุง ูˆَุฎَู„ْูِูŠ ู†ُูˆุฑًุง ูˆَุงุฌْุนَู„ْ ู„ِูŠ ู†ُูˆุฑًุง
“Allahummaj’al fii qolbi nuura wa fii bashari nuura wa fii sam’i nuura wa ‘an yamiinihi nuura wa ‘an yasaarii nuura wa fauqi nuura wa tahti nuura wa amaami nuura wa khalfi nuura waj’al lii nuura (Ya Allah jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dari kananku, cahaya dari kiriku, cahaya dari belakangku, dan jadikanlah untukku cahaya” (H.R Muslim 763).

Sesampainya di masjid, lepas sandal dengan mendahulukan kaki kiri.
Sunah ini dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ุฅِุฐَุง ุงู†ْุชَุนَู„َ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ْ ูَู„ْูŠَุจْุฏَุฃْ ุจِุงู„ْูŠُู…ْู†َู‰، ูˆَุฅِุฐَุง ุฎَู„َุนَ ูَู„ْูŠَุจْุฏَุฃْ ุจِุงู„ْูŠُุณْุฑَู‰
“Apabila kalian memakai sandal, mulailah dengan kaki kanan, dan jika melepas, mulailah dengan kaki kiri.” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan Al-Albani)
Agar Anda tetap bisa masuk masjid dengan kaki kanan, setelah melepas sandal, kaki jangan langsung diinjakkan ke lantai masjid, tapi diinjakkan dulu ke tanah atau ke sandal kiri yang sudah dilepas. Kemudian naiklah ke lantai masjid dengan kaki kanan.
 
Masuk masjid mendahulukan kaki kanan.
Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan:
ูƒَุงู†َ ุงู„ู†َّุจِูŠُّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ูŠُุนْุฌِุจُู‡ُ ุงู„ุชَّูŠَู…ُّู†ُ، ูِูŠ ุชَู†َุนُّู„ِู‡ِ، ูˆَุชَุฑَุฌُّู„ِู‡ِ، ูˆَุทُู‡ُูˆุฑِู‡ِ، ูˆَูِูŠ ุดَุฃْู†ِู‡ِ ูƒُู„ِّู‡ِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka mendahulukan yang kanan, ketika memakai sandal, menyisir rambut, bersuci, dan yang lainnya.” (HR. Bukhari, Ahmad dan yang lainnya)
Para ulama mengatakan, semua kegiatan yang baik, dianjurkan mendahulukan bagian tubuh yang kanan. Termasuk dalam hal ini adalah mendahulukan kaki kanan ketika masuk masjid.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, mengatakan,
ู…ู† ุงู„ุณู†ุฉ ุฅุฐุง ุฏุฎู„ุช ุงู„ู…ุณุฌุฏ ุฃู† ุชุจุฏุฃ ุจุฑุฌู„ูƒ ุงู„ูŠู…ู†ู‰، ูˆุฅุฐุง ุฎุฑุฌุช ุฃู† ุชุจุฏุฃ ุจุฑุฌู„ูƒ ุงู„ูŠุณุฑู‰
“Termasuk ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika anda masuk masjid, anda mendahulukan kaki kanan dan ketika keluar anda mendahulukan kaki kiri.” (HR. Hakim, beliau shahihkan dan disetujui Ad-Dzahabi)

Berdoa ketika masuk masjid
Ada banyak doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sekali lagi, sikap yang tepat adalah diamalkan semuanya. Berikut beberapa doa ketika masuk masjid,

ุจِุณْู…ِ ุงู„ู„ู‡ِ، ูˆَุงู„ุตَّู„َุงุฉُ ูˆَุงู„ุณَّู„ุงَู…ُ ุนَู„َู‰ ุฑَุณُูˆู„ِ ุงู„ู„ู‡ِ
“Bismillah, shalawat dan salam untuk Rasulillah.” (HR. Ibnu Sunni, Abu Daud, dan dishahihkan Al-Albani)

ุงู„ู„َّู‡ُู…َّ ุงูْุชَุญْ ู„ِูŠ ุฃَุจْูˆَุงุจَ ุฑَุญْู…َุชِูƒَ
“Ya Allah, buka-kanlah pintu rahmatmu untukku.” (HR. Muslim)

ุฃَุนُูˆุฐُ ุจِุงู„ู„َّู‡ِ ุงู„ْุนَุธِูŠู…ِ، ูˆَุจِูˆَุฌْู‡ِู‡ِ ุงู„ْูƒَุฑِูŠู…ِ، ูˆَุณُู„ْุทَุงู†ِู‡ِ ุงู„ْู‚َุฏِูŠู…ِ، ู…ِู†َ ุงู„ุดَّูŠْุทَุงู†ِ ุงู„ุฑَّุฌِูŠู…ِ
“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung, dengan wajah-Nya yang Mulia, dengan kekuasan-Nya yang langgeng, dari godaan setan yang terkutuk.”

Untuk doa terakhir ini, terdapat keutamaan khusus:
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika masuk masjid, beliau membaca doa di atas. Kemudian beliau bersabda,
ูَุฅِุฐَุง ู‚َุงู„َ: ุฐَู„ِูƒَ ู‚َุงู„َ ุงู„ุดَّูŠْุทَุงู†ُ: ุญُูِุธَ ู…ِู†ِّูŠ ุณَุงุฆِุฑَ ุงู„ْูŠَูˆْู…ِ
“Jika orang membaca doa ini, maka setan berteriak, ‘Orang ini dilindungi dariku sepanjang hari.’” (HR. Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani)

Shalat tahiyatul masjid jika masih memungkinkan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan,
ูَุฅِุฐَุง ุฏَุฎَู„َ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ُ ุงู„ْู…َุณْุฌِุฏَ، ูَู„َุง ูŠَุฌْู„ِุณْ ุญَุชَّู‰ ูŠَุฑْูƒَุนَ ุฑَูƒْุนَุชَูŠْู†ِ
“Apabila kalian masuk masjid, jangan duduk, sampai shalat dua rakaat.” (HR. Muslim)
Itulah shalat tahiyatul masjid.

Mendekati sutrah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan,
ุฅِุฐَุง ุตَู„َّู‰ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ْ ูَู„ْูŠُุตَู„ِّ ุฅِู„َู‰ ุณُุชْุฑَุฉٍ ูˆَู„ْูŠَุฏْู†ُ ู…ِู†ْู‡َุง
“Apabila kalian hendak shalat, laksanakanlah dengan menghadap ke sutrah, dan mendekatlah ke sutrah.“
Sutrah bisa berupa tembok, tiang, atau benda-benda lainnya.

Menjawab panggilan azan
Ketika mendengar adzan, dianjurkan untuk menjawab adzan. Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:
ุฅِุฐَุง ุณَู…ِุนْุชُู…ُ ุงู„ู†ِّุฏَุงุกَ ูَู‚ُูˆْู„ُูˆْุง ู…ِุซْู„َ ู…َุง ูŠَู‚ُูˆْู„ُ ุงู„ْู…ُุคَุฐِّู†ُ
“Apabila kalian mendengar adzan maka ucapkanlah seperti yang sedang diucapkan muadzin.” (HR. Bukhari 611 dan Muslim 846)

Ketika muadzin sampai pada pengucapan hay’alatani yaitu kalimat{ ุญَูŠَّ ุนَู„َู‰ ุงู„ุตَّู„َุงุฉِ,  ุญَูŠَّ ุนَู„َู‰ ุงู„ْูَู„َุงุญِ} disenangi baginya untuk menjawab dengan hauqalah yaitu kalimat { ู„ุงَ ุญَูˆْู„َ ูˆَู„َุง ู‚ُูˆَّุฉَ ุฅِู„َّุง ุจِุงู„ู„ู‡ِ } sebagaimana ditunjukkan dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda:

ุฅِุฐَุง ู‚َุงู„َ ุงู„ْู…ُุคَุฐِّู†ُ: ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ، ูَู‚َุงู„َ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ُ: ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ؛ ุซُู…َّ ู‚َุงู„َ: ุฃَุดْู‡َุฏُ ุฃَู†ْ ู„ุงَ ุฅِู„َู‡َ ุฅِู„ุงَّ ุงู„ู„ู‡ُ، ูَู‚ุงَู„َ: ุฃَุดْู‡َุฏُ ุฃَู†ْ ู„ุงَ ุฅِู„َู‡َ ุฅِู„ุงَّ ุงู„ู„ู‡ُ؛ ุซُู…َّ ู‚َุงู„َ: ุฃَุดْู‡َุฏُ ุฃَู†َّ ู…ُุญَู…َّุฏًุง ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ، ูَู‚َุงู„َ: ุฃَุดْู‡َุฏُ ุฃَู†َّ ู…ُุญَู…َّุฏًุง ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ؛ ุซُู…َّ ู‚َุงู„َ: ุญَูŠَّ ุนَู„َู‰ ุงู„ุตَّู„َุงุฉِ، ู‚َุงู„َ: ู„ุงَ ุญَูˆْู„َ ูˆَู„َุง ู‚ُูˆَّุฉَ ุฅِู„َّุง ุจِุงู„ู„ู‡ِ؛ ุซُู…َّ ู‚َุงู„َ: ุญَูŠَّ ุนَู„َู‰ ุงู„ْูَู„َุงุญِ، ู‚َุงู„َ: ู„َุง ุญَูˆْู„َ ูˆَู„َุง ู‚ُูˆَّุฉَ ุฅِู„ุงَّ ุจِุงู„ู„ู‡ِ؛ ุซُู…َّ ู‚َุงู„َ: ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ، ู‚َุงู„َ: ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ ุงู„ู„ู‡ُ ุฃَูƒْุจَุฑُ؛ ุซُู…َّ ู‚َุงู„َ: ู„ุงَ ุฅِู„َู‡َ ุฅِู„ุงَّ ุงู„ู„ู‡ُ، ู‚َุงู„َ: ู„ุงَ ุฅِู„َู‡َ ุฅِู„ุงَّ ุงู„ู„ู‡ُ؛ ู…ِู†ْ ู‚َู„ْุจِู‡ِ ุฏَุฎَู„َ ุงู„ْุฌَู†َّุฉَ

“Apabila muadzin mengatakan, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka hendaklah  kalian yang mendengar menjawab, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Kemudian muadzin mengatakan, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah”, maka dijawab, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah.” Muadzin mengatakan setelah itu, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”, maka maka dijawab, “Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alash Shalah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Saat muadzin mengatakan, “Hayya ‘Alal Falah”, maka maka dijawab “Laa Haula wala Quwwata illa billah.” Kemudian muadzin berkata, “Allahu Akbar Allahu Akbar”, maka dijawab, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Dan muadzin berkata, “Laa Ilaaha illallah”, maka dijawab, “La Ilaaha illallah” Bila yang menjawab adzan ini mengatakannya dengan keyakinan hatinya niscaya ia pasti masuk surga.” (HR. Muslim. 848)

Ketika selesai mendengarkan adzan, dianjurkan membaca doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut :
ู…َู†ْ ู‚َุงู„َ ุญِูŠู†َ ูŠَุณْู…َุนُ ุงู„ู†ِّุฏَุงุกَ ุงู„ู„َّู‡ُู…َّ ุฑَุจَّ ู‡َุฐِู‡ِ ุงู„ุฏَّุนْูˆَุฉِ ุงู„ุชَّุงู…َّุฉِ ูˆَุงู„ุตَّู„َุงุฉِ ุงู„ْู‚َุงุฆِู…َุฉِ ุขุชِ ู…ُุญَู…َّุฏًุง ุงู„ْูˆَุณِูŠู„َุฉَ ูˆَุงู„ْูَุถِูŠู„َุฉَ ูˆَุงุจْุนَุซْู‡ُ ู…َู‚َุงู…ًุง ู…َุญْู…ُูˆุฏًุง ุงู„َّุฐِูŠ ูˆَุนَุฏْุชَู‡ُ ุญَู„َّุชْ ู„َู‡ُ ุดَูَุงุนَุชِูŠ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ
“Barangsiapa yang setelah mendengar adzan membaca doa : Allahumma Robba hadzihid da’wattit taammah was shalatil qaaimah, aati muhammadanil wasiilata wal fadhiilah wab’atshu maqaamam mahmuudanil ladzi wa ‘adtahu “(Ya Allah pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat yang didirikan berilah Muhammad wasilah dan keutamaan dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan padanya) melainkan dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.” (HR. Bukhari 94)

Memanfaatkan waktu antara azan & iqomah.
Hendakanya kita memanfaatkan waktu antara adzan dan iqomah dengan amalan yang bermanfaat seperti shalat sunnah qabliyah, membaca al quran, berdizikir, atau berdoa. Waktu ini  merupakan waktu yang dianjurkan untuk berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:
ุงู„ุฏุนุงุก ู„ุง ูŠุฑุฏ ุจูŠู† ุงู„ุฃุฐุงู† ูˆุงู„ุฅู‚ุงู…ุฉ
“Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak” (HR. Tirmidzi, 212, ia berkata: “Hasan Shahih”)

Boleh juga diisi dengan membaca quran atau mengulang-ulang hafalan alquran asalkan tidak dengan suara keras agar tidak mengganggu orang yang berdzikir atau sedang shalat sunnah. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
ู„ุง ุฅู† ูƒู„ูƒู… ู…ู†ุงุฌ ุฑุจู‡ ูู„ุง ูŠุคุฐูŠู† ุจุนุถูƒู… ุจุนุถุง ูˆู„ุง ูŠุฑูุน ุจุนุถูƒู… ุนู„ู‰ ุจุนุถ ููŠ ุงู„ู‚ุฑุงุกุฉ ุฃูˆ ู‚ุงู„ ููŠ ุงู„ุตู„ุงุฉ
“Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan suara dalam membaca Al Qur’an,’ atau beliau berkata, ‘Dalam shalat’,” (HR. Abu Daud.1332, Ahmad, 430, dishahihkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Nata-ijul Afkar, 2/16).

Jika Iqamat sudah dikumandangkan
ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ ุนَู†ْ ุงู„ู†َّุจِูŠِّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุฃَู†َّู‡ُ ู‚َุงู„َ ุฅِุฐَุง ุฃُู‚ِูŠู…َุชْ ุงู„ุตَّู„َุงุฉُ ูَู„َุง ุตَู„َุงุฉَ ุฅِู„َّุง ุงู„ْู…َูƒْุชُูˆุจَุฉُ
 Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Jika shalat wajib telah dilaksanakan, maka tidak beleh ada shalat lain selain shalat wajib” (H.R Muslim 710)
Berdasarkan hadits di atas, jika seseorang sedang shalat sunnah kemudian iqamah telah dikumandangkan, maka tidak perlu melanjutkan shalat sunnah tersebut dan langsung ikut shalat wajib bersama imam.

ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ ุนَู†ْ ุงู„ู†َّุจِูŠِّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ุฃَู†َّู‡ُ ู‚َุงู„َ ุฅِุฐَุง ุฃُู‚ِูŠู…َุชْ ุงู„ุตَّู„َุงุฉُ ูَู„َุง ุตَู„َุงุฉَ ุฅِู„َّุง ุงู„ْู…َูƒْุชُูˆุจَุฉُ

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Jika shalat wajib telah dilaksanakan, maka tidak beleh ada shalat lain selain shalat wajib” (H.R Muslim 710).
Berdasarkan hadits di atas, jika seseorang sedang shalat sunnah kemudian iqamah telah dikumandangkan, maka tidak perlu melanjutkan shalat sunnah tersebut dan langsung ikut shalat wajib bersama imam.

Merapikan barisan shalat
Perkara yang harus diperhatikan dengan serius dan tidak boleh diremehkan adalah permasalahan lurus dan rapatnya shaf (barisan dalam shalat). Masih banyak kita dapati di sebagian masjid, barisan shaf yang tidak rapat dan lurus
Dijelaskan di dalam hadits dari sahabat Abu Abdillah Nu’man bin Basyir, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ู„َุชُุณَูˆُّู†َّ ุณُูُูˆْูَูƒُู…ْ ุฃَูˆْ ู„َูŠُุฎَุงู„ِูَู†َّ ุงู„ู„ู‡ُ ุจَูŠْู†َ ูˆُุฌُูˆْู‡ِูƒُู…ْ
 “Hendaknya kalian bersungguh- sungguh meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah sungguh-sungguh akan memperselisihkan di antara wajah-wajah kalian” (HR. Bukhari 717 dan Muslim 436).

Tidak mendahului gerakan imam
Imam shalat dijadikan sebagai pemimpin dan wajib diikuti dalam shalat, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :
ุฅِู†َّู…َุง ุฌُุนِู„َ ุงู„ْุฅِู…َุงู…ُ ู„ِูŠُุคْุชَู…َّ ุจِู‡ِ ูَู„َุง ุชَุฎْุชَู„ِูُูˆุง ุนَู„َูŠْู‡ِ ูَุฅِุฐَุง ุฑَูƒَุนَ ูَุงุฑْูƒَุนُูˆุง ูˆَุฅِุฐَุง ู‚َุงู„َ ุณَู…ِุนَ ุงู„ู„َّู‡ُ ู„ِู…َู†ْ ุญَู…ِุฏَู‡ُ ูَู‚ُูˆู„ُูˆุง ุฑَุจَّู†َุง ู„َูƒَ ุงู„ْุญَู…ْุฏُ ูˆَุฅِุฐَุง ุณَุฌَุฏَ ูَุงุณْุฌُุฏُูˆุง ูˆَุฅِุฐَุง ุตَู„َّู‰ ุฌَุงู„ِุณًุง ูَุตَู„ُّูˆุง ุฌُู„ُูˆุณًุง ุฃَุฌْู…َุนُูˆู†َ
“Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah menyelisihnya. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah. Dan bila ia mengatakan ‘sami’allahu liman hamidah’, maka katakanlah,’Rabbana walakal hamdu’. Apabila ia sujud, maka sujudlah. Dan bila ia shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian dengan duduk semuanya“. (H.R. Bukhari 734).

Rasulullah memberikan ancaman keras bagi seseorang yang mendahului imam, seperti disebutkan dalam hadits berikut:
َ ุฃَู…َุง ูŠَุฎْุดَู‰ ุงู„َّุฐِูŠ ูŠَุฑْูَุนُ ุฑَุฃْุณَู‡ُ ู‚َุจْู„َ ุงู„ْุฅِู…َุงู…ِ ุฃَู†ْ ูŠُุญَูˆِّู„َ ุงู„ู„َّู‡ُ ุฑَุฃْุณَู‡ُ ุฑَุฃْุณَ ุญِู…َุงุฑ
“Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam takut jika Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai? “(H.R Bukhari 691)

Berdoa saat keluar masjid
Dari Abu Humaid atau dari Abu Usaid dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ุฅِุฐَุง ุฏَุฎَู„َ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ْ ุงู„ْู…َุณْุฌِุฏَ ูَู„ْูŠَู‚ُู„ْ ุงู„ู„َّู‡ُู…َّ ุงูْุชَุญْ ู„ِูŠ ุฃَุจْูˆَุงุจَ ุฑَุญْู…َุชِูƒَ ูˆَุฅِุฐَุง ุฎَุฑَุฌَ ูَู„ْูŠَู‚ُู„ْ ุงู„ู„َّู‡ُู…َّ ุฅِู†ِّูŠ ุฃَุณْุฃَู„ُูƒَ ู…ِู†ْ ูَุถْู„ِูƒَ
“Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaknya dia membaca, “Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan apabila keluar, hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya Allah, aku meminta kurnia-Mu).” (HR. Muslim. 713)
Ketika kelauar masjid dmulai dengan kaki kiri terlebih dahulu.

Dari Abu Humaid atau dari Abu Usaid dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ุฅِุฐَุง ุฏَุฎَู„َ ุฃَุญَุฏُูƒُู…ْ ุงู„ْู…َุณْุฌِุฏَ ูَู„ْูŠَู‚ُู„ْ ุงู„ู„َّู‡ُู…َّ ุงูْุชَุญْ ู„ِูŠ ุฃَุจْูˆَุงุจَ ุฑَุญْู…َุชِูƒَ ูˆَุฅِุฐَุง ุฎَุฑَุฌَ ูَู„ْูŠَู‚ُู„ْ ุงู„ู„َّู‡ُู…َّ ุฅِู†ِّูŠ ุฃَุณْุฃَู„ُูƒَ ู…ِู†ْ ูَุถْู„ِูƒَ
“Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaknya dia membaca, “Allahummaftahli abwaaba rahmatika” (Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu). Dan apabila keluar, hendaknya dia mengucapkan, “Allahumma inni as-aluka min fadhlika (Ya Allah, aku meminta kurnia-Mu).” (HR. Muslim. 713)
Ketika keluar masjid dmulai dengan kaki kiri terlebih dahulu.

Friday, September 7, 2012

Seputar Shalat di Kendaraan

Tayamum
Jika terpaksa shalat di dalam bus atau di pesawat, terkadang kita pun terpaksa bertayamum. Panduan lengkap tata cara tayamum sesuai sunnah Nabi SAW bisa merujuk ke sini.  Untuk videonya bisa melihat dibawah.



Tata Cara Shalat di dalam Kendaraan
* Diambil dari konsultasisyariah.com. Dijawab oleh Ustadz Abdullah Roy, Lc.

Pertanyaan:
Assalamualaikum, ustadz bagaimana tata cara shalat di dalam kereta ekonomi baik dalam tata cara menghadap kiblat dan berdirinya, apakah kita wajib berdiri atau tidak? (Arif R. H)

Jawaban:
Wa’alaikumsalamwarahmatullah wabarakatuhu.
Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin, washshalaatu wassalaamu ‘alaa rasulillaah khairil anbiyaa’I wal mursaliin wa ‘alaa ‘aalihii wa shahbihii ajma’iin. Amma ba’du:

Menghadap qiblat termasuk syarat sahnya shalat, sebagaimana firman Allah ta’aalaa:
ูَู„َู†ُูˆَู„ِّูŠَู†َّูƒَ ู‚ِุจْู„َุฉً ุชَุฑْุถَุงู‡َุง ูَูˆَู„ِّ ูˆَุฌْู‡َูƒَ ุดَุทْุฑَ ุงู„ْู…َุณْุฌِุฏِ ุงู„ْุญَุฑَุงู…ِ ูˆَุญَูŠْุซُ ู…َุง ูƒُู†ْุชُู…ْ ูَูˆَู„ُّูˆุง ูˆُุฌُูˆู‡َูƒُู…ْ ุดَุทْุฑَู‡ُ [ุงู„ุจู‚ุฑุฉ/144]
“Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (Qs. Al-Baqarah: 144)

Dan berdiri bila mampu dalam shalat fardhu termasuk rukun shalat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ุตู„ ู‚ุงุฆู…ุง ูุฅู† ู„ู… ุชุณุชุทุน ูู‚ุงุนุฏุง ูุฅู† ู„ู… ุชุณุชุทุน ูุนู„ู‰ ุฌู†ุจ
“Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka dengan duduk, apabila tidak mampu maka dengan berbaring.” (HR. Al-Bukhary, dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu)

Oleh karena itu, shalat fardhu di kereta apabila masih memungkinkan kita berdiri dan menghadap qiblat maka kita harus berdiri dan menghadap qiblat sebagaimana yang dilakukan para salaf ketika naik kapal, mereka shalat di kapal dengan berdiri menghadap qiblat, dan ketika kapal berubah arah mereka tetap berusaha menghadap qiblat.

Berkata Ibrahim An-Nakha’iy rahimahullah:
ูŠุณุชู‚ุจู„ ุงู„ู‚ุจู„ุฉ ูƒู„ู…ุง ุชุญุฑูุช
“(Orang yang shalat di atas kapal) tetap menghadap qiblat setiap kapal tersebut berpindah arah).” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf 3/189 no:6634)

Berkata Hasan Al-Bashry dan Muhammad bin Siiriin rahimahumallah:
ูŠุตู„ูˆู† ููŠู‡ุง ู‚ูŠุงู…ุง ุฌู…ุงุนุฉ، ูˆูŠุฏูˆุฑูˆู† ู…ุน ุงู„ู‚ุจู„ุฉ ุญูŠุซ ุฏุงุฑุช
“Mereka shalat berjama’ah di kapal dengan berdiri, dan mereka tetap menghadap qiblat kemanapun kapal berputar.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf 3/189 no:6637)

Namun apabila tidak mampu berdiri atau tidak mampu menghadap qiblat maka kita kerjakan shalat sesuai dengan kemampuan kita. Apabila tidak mampu berdiri maka duduk, apabila tidak mampu ruku dan sujud maka cukup dengan menundukkan badan, dan menjadikan sujudnya lebih rendah daripada ruku’nya.

Allah ta’aalaa berfirman:
ูَุงุชَّู‚ُูˆุง ุงู„ู„َّู‡َ ู…َุง ุงุณْุชَุทَุนْุชُู…ْ [ุงู„ุชุบุงุจู†/16
“Maka bertaqwalah kalian kepada Allah sesuai dengan kemampuan kalian.” (Qs. At-Taghaabun: 16)

Allah ta’aalaa juga berfirman:
ู„َุง ูŠُูƒَู„ِّูُ ุงู„ู„َّู‡ُ ู†َูْุณًุง ุฅِู„َّุง ูˆُุณْุนَู‡َุง .ุงู„ุจู‚ุฑุฉ
286.
“Allah tidak membebani sebuah jiwa kecuali sesuai dengan kemampuannya.” (Qs. Al-Baqarah: 286)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ู…ุง ู†ู‡ูŠุชูƒู… ุนู†ู‡ ูุงุฌุชู†ุจูˆู‡ ูˆู…ุง ุฃู…ุฑุชูƒู… ุจู‡ ูุงูุนู„ูˆุง ู…ู†ู‡ ู…ุง ุงุณุชุทุนุชู…
“Apa yang aku larang maka hendaklah kalian jauhi, dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian kerjakan sesuai dengan kemampuan kalian.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Berkata Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullahu:
ุชุตุญ ุงู„ุตู„ุงุฉ ุนู„ู‰ ุงู„ุทุงุฆุฑุฉ ูˆู‡ูŠ ุชุทูŠุฑ ููŠ ุงู„ุฌูˆ، ูƒู…ุง ุชุตุญ ุงู„ุตู„ุงุฉ ุนู„ู‰ ุงู„ุจุงุฎุฑุฉ ูˆุงู„ุณููŠู†ุฉ ูˆู†ุญูˆู‡ุง. ูˆู‡ุฐุง ุฃَุดุจู‡ ุจุญุงู„ ุงู„ุถุฑูˆุฑุฉ. ู„ุฃَู†ู‡ ู„ุง ูŠุณุชุทูŠุน ุฅِูŠู‚ุงูู‡ุง ูˆู„ุง ุงู„ู†ุฒูˆู„ ู„ุฃَุฏุงุก ุงู„ุตู„ุงุฉ، ูˆู„ุง ูŠุฌูˆุฒ ุชุฃْุฎูŠุฑ ุงู„ุตู„ุงุฉ ุนู† ูˆู‚ุชู‡ุง ุจุญุงู„. ูˆูƒู…ุง ุชุตุญ ุงู„ุตู„ุงุฉ ุนู„ู‰ ุงู„ุณูŠุงุฑุฉ ุฅِุฐุง ุฌุฏ ุจู‡ ุงู„ุณูŠุฑ ูˆู„ู… ูŠุชู…ูƒู† ุงู„ุฑุงูƒุจ ู…ู† ุฅِู„ุฒุงู… ุงู„ุณุงุฆู‚ ุจุฅِูŠู‚ุงู ุงู„ุณูŠุงุฑุฉ ูˆุฎุดูŠ ุฎุฑูˆุฌ ุงู„ูˆู‚ุช، ูุฅِู†ู‡ ูŠุตู„ูŠ ู‚ุจู„ ุฎุฑูˆุฌ ุงู„ูˆู‚ุช ูˆูŠูุนู„ ู…ุง ูŠุณุชุทูŠุน ุนู„ูŠู‡، ุซู… ุฅِุฐุง ุตู„ู‰ ุงู„ุฅِู†ุณุงู† ููŠ ุงู„ุทุงุฆุฑุฉ ูˆู†ุญูˆู‡ุง ูุฅِู† ุงุณุชุทุงุน ุฃَู† ูŠุตู„ูŠ ู‚ุงุฆู…ًุง ูˆูŠุฑูƒุน ูˆูŠุณุฌุฏ ู„ุฒู…ู‡ ุฐู„ูƒ ููŠ ุงู„ูุฑูŠุถุฉ، ูˆุฅِู„ุง ุตู„ู‰ ุนู„ู‰ ุญุณุจ ุญุงู„ู‡ ูˆุฃَุชู‰ ุจู…ุง ูŠู‚ุฏุฑ ุนู„ูŠู‡ ู…ู† ุฐู„ูƒ، ูƒู…ุง ูŠู„ุฒู…ู‡ ุงุณุชู‚ุจุงู„ ุงู„ู‚ุจู„ุฉ ุญุณุจ ุงุณุชุทุงุนุชู‡. ูˆูƒู„ู…ุง ุฏุงุฑุช ุงู†ุญุฑู ุฅِู„ู‰ ุงู„ู‚ุจู„ุฉ ุฅِุฐุง ูƒุงู†ุช ุงู„ุตู„ุงุฉ ูุฑุถًุง
“Sah shalat di dalam pesawat yang sedang terbang, sebagaimana sah shalat di dalam kapal dan yang semisalnya, dan ini lebih serupa dengan keadaan darurat, karena dia tidak mampu menghentikan kendaraan tersebut, dan juga tidak bisa turun untuk mengerjakan shalat, sementara tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya dalam keadaan apapun. Sebagaimana shalat juga sah di atas mobil apabila sedang berjalan dan penumpang tidak bisa mengharuskan sopir menghentikan kendaraan, dan dia takut habis waktu, maka hendaklah dia shalat sebelum habis waktunya dan melakukan apa yang dia mampu. Kemudian apabila seseorang shalat di pesawat dan yang semisalnya maka jika dia mampu shalat dengan berdiri, ruku’, dan sujud maka dia wajib melakukannya pada shalat fardhu, kalau tidak bisa maka shalat sesuai dengan kondisi dia, dan mengerjakan apa yang dia mampu, sebagaimana wajib bagi dia menghadap qiblat sesuai dengan kemampuan, setiap kali kendaraan itu berputar maka dia tetap menghadap ke qiblat bila itu adalah shalat fardhu.” (Fataawaa wa Rasaa’il Syeikh Muhammad bin Ibrahim no:516)

Berkata Komite Tetap Untuk Riset llmiyyah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia:
ูˆุฃู…ุง ูƒูˆู†ู‡ ูŠุตู„ูŠ ุฃูŠู† ุชูˆุฌู‡ุช ุงู„ู…ุฐูƒูˆุฑุงุช ุฃู… ู„ุง ุจุฏ ู…ู† ุงู„ุชูˆุฌู‡ ุฅู„ู‰ ุงู„ู‚ุจู„ุฉ ุฏูˆู…ًุง ูˆุงุณุชู…ุฑุงุฑًุง ุฃูˆ ุงุจุชุฏุงุกً ูู‚ุท – ูู‡ุฐุง ูŠุฑุฌุน ุฅู„ู‰ ุชู…ูƒู†ู‡، ูุฅุฐุง ูƒุงู† ูŠู…ูƒู†ู‡ ุงุณุชู‚ุจุงู„ ุงู„ู‚ุจู„ุฉ ููŠ ุฌู…ูŠุน ุงู„ุตู„ุงุฉ ูˆุฌุจ ูุนู„ ุฐู„ูƒ؛ ู„ุฃู†ู‡ ุดุฑุท ููŠ ุตุญุฉ ุตู„ุงุฉ ุงู„ูุฑูŠุถุฉ ููŠ ุงู„ุณูุฑ ูˆุงู„ุญุถุฑ، ูˆุฅุฐุง ูƒุงู† ู„ุง ูŠู…ูƒู†ู‡ ููŠ ุฌู…ูŠุนู‡ุง، ูู„ูŠุชู‚ ุงู„ู„ู‡ ู…ุง ุงุณุชุทุงุน، ู„ู…ุง ุณุจู‚ ู…ู† ุงู„ุฃุฏู„ุฉ، ู‡ุฐุง ูƒู„ู‡ ููŠ ุงู„ูุฑุถ
“Adapun, apakah dia shalat mengikuti arah kendaraan-kendaraan tersebut (mobil, kereta, pesawat, atau kendaraan roda empat) harus menghadap qiblat secara terus-menerus atau hanya di awal shalat, maka ini dikembalikan kepada kemampuan dia, jika dia mungkin menghadap qiblat terus-menerus dalam shalat seluruhnya maka dia wajib melakukannya, karena ini syarat sahnya shalat fardhu baik ketika safar atau muqim, dan apabila tidak mungkin menghadap qiblat terus-menerus maka hendaklah dia bertaqwa kepada Allah sesuai dengan kemampuan, karena dalil-dalil yang telah berlalu, dan ini semua dalam shalat fardhu.” (Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daaimah 8/124)

Dan nasehat para ulama, selama masih memungkinkan kita kerjakan shalat fardhu di luar kendaraan, baik sebelum naik maupun setelah turun, baik pada waktunya atau dijamak dengan shalat lain maka hendaknya tidak shalat fardhu dalam kendaraan.

Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu:
ุฅุฐุง ูƒุงู† ู„ุง ูŠุชู…ูƒู† ู…ู† ุฃุฏุงุก ุงู„ุตู„ุงุฉ ููŠ ุงู„ุทุงุฆุฑุฉ ูƒู…ุง ูŠุคุฏูŠู‡ุง ุนู„ู‰ ุงู„ุฃุฑุถ ูู„ุง ูŠุตู„ูŠ ุงู„ูุฑูŠุถุฉ ููŠ ุงู„ุทุงุฆุฑุฉ ุฅุฐุง ูƒุงู† ูŠู…ูƒู† ู‡ุจูˆุท ุงู„ุทุงุฆุฑุฉ ู‚ุจู„ ุฎุฑูˆุฌ ูˆู‚ุช ุงู„ุตู„ุงุฉ ، ุฃูˆ ุฎุฑูˆุฌ ูˆู‚ุช ุงู„ุชูŠ ุจุนุฏู‡ุง ู…ู…ุง ูŠุฌู…ุน ุฅู„ูŠู‡ุง
“Apabila tidak bisa mengerjakan shalat di pesawat sebagaimana di bumi, maka jangan dia shalat di pesawat jika pesawat mendarat sebelum keluarnya waktu shalat atau keluarnya waktu shalat yang setelahnya yang bisa dijama’ shalat bersamanya.” (Fatawa Arkanil Islam hal:380)

Berkata Syeikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah:
ุฅุฐุง ูƒุงู†ุช ุงู„ุฑุญู„ุฉ ุจุงู„ู‚ุทุงุฑ ุฃูˆ ุงู„ุทุงุฆุฑุฉ ุชุจุฏุฃ ุจุนุฏ ุฏุฎูˆู„ ูˆู‚ุช ุงู„ุธู‡ุฑ ุฃูˆ ุงู„ู…ุบุฑุจ؛ ูุฅู† ุงู„ู…ุณุงูุฑ ูŠุฌู…ุน ุจูŠู† ุงู„ุตู„ุงุชูŠู† ุฌู…ุน ุชู‚ุฏูŠู… ู‚ุจู„ ุงู„ุฑูƒูˆุจ، ูˆุฅู† ูƒุงู†ุช ุงู„ุฑุญู„ุฉ ุชุจุฏุฃ ู‚ุจู„ ุฏุฎูˆู„ ูˆู‚ุช ุงู„ุตู„ุงุฉ ุงู„ุฃูˆู„ู‰ ู…ู† ุงู„ุตู„ูˆุงุช ุงู„ู…ุฐูƒูˆุฑุฉ؛ ูุฅู† ุงู„ู…ุณุงูุฑ ูŠู†ูˆูŠ ุฌู…ุน ุงู„ุชุฃุฎูŠุฑ ูˆูŠุตู„ูŠ ุงู„ุตู„ุงุชูŠู† ุฅุฐุง ู†ุฒู„، ูˆู„ูˆ ูƒุงู† ู†ุฒูˆู„ู‡ ููŠ ุขุฎุฑ ูˆู‚ุช ุงู„ุซุงู†ูŠุฉ، ูˆุฅู† ูƒุงู†ุช ุงู„ุฑุญู„ุฉ ุชุณุชู…ุฑ ุฅู„ู‰ ู…ุง ุจุนุฏ ุฎุฑูˆุฌ ูˆู‚ุช ุงู„ุซุงู†ูŠุฉ؛ ูุฅู† ุงู„ู…ุณุงูุฑ ูŠุตู„ูŠ ููŠ ุงู„ู‚ุทุงุฑ ุฃูˆ ุงู„ุทุงุฆุฑุฉ، ููŠ ุงู„ู…ูƒุงู† ุงู„ู…ู†ุงุณุจ، ุนู„ู‰ ุญุณุจ ุญุงู„ู‡، ูˆูƒุฐุง ุตู„ุงุฉ ุงู„ูุฌุฑ ุฅุฐุง ูƒุงู†ุช ุงู„ุฑุญู„ุฉ ุชุณุชู…ุฑ ุฅู„ู‰ ู…ุง ุจุนุฏ ุทู„ูˆุน ุงู„ุดู…ุณ؛ ูุฅู† ุงู„ู…ุณุงูุฑ ูŠุตู„ูŠู‡ุง ููŠ ุงู„ู‚ุทุงุฑ ุฃูˆ ุงู„ุทุงุฆุฑุฉ ุนู„ู‰ ุญุณุจ ุญุงู„ู‡ ู‚ุงู„ ุชุนุงู„ู‰ : { ูَุงุชَّู‚ُูˆุง ุงู„ู„َّู‡َ ู…َุง ุงุณْุชَุทَุนْุชُู…ْ }  ุณูˆุฑุฉ ุงู„ุชุบุงุจู† : ุขูŠุฉ 16  .ูˆูŠุฌุจ ุนู„ู‰ ุงู„ู…ุตู„ูŠ ุฃู† ูŠุชุฌู‡ ุฅู„ู‰ ุฌู‡ุฉ ุงู„ู‚ุจู„ุฉ ุฃูŠู†ู…ุง ูƒุงู† ุงุชุฌุงู‡ ุงู„ุฑุญู„ุฉ؛ ู„ู‚ูˆู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ : { ูَูˆَู„ِّ ูˆَุฌْู‡َูƒَ ุดَุทْุฑَ ุงู„ْู…َุณْุฌِุฏِ ุงู„ْุญَุฑَุงู…ِ ูˆَุญَูŠْุซُ ู…َุง ูƒُู†ุชُู…ْ ูَูˆَู„ُّูˆุงْ ูˆُุฌُูˆِู‡َูƒُู…ْ ุดَุทْุฑَู‡ُ }  ุณูˆุฑุฉ ุงู„ุจู‚ุฑุฉ : ุขูŠุฉ 144 .
“Apabila keberangkatan kereta atau pesawat setelah masuk waktu Zhuhur atau Maghrib maka seorang musafir hendaklah menjama’ antara 2 shalat dengan jama’ taqdim sebelum naik, dan apabila keberangkatan sebelum waktu shalat yang pertama dari shalat-shalat yang disebutkan tadi (Zhuhur dan Maghrib) maka dia meniatkan jama’ ta’khir, dan melaksanakan 2 shalat tersebut ketika turun, meskipun turunnya ketika di akhir waktu shalat yang kedua. Dan apabila perjalanan berlanjut sampai keluarnya waktu shalat yang kedua maka dia shalat di kereta atau pesawat, di tempat yang sesuai, sesuai dengan keadaan dia. Demikian pula shalat shubuh bila perjalanan berlanjut sampai terbit matahari, ,maka hendaklah dia shalat di kereta dan pesawat sesuai dengan keadaannya, Allah ta’aalaa berfirman (yang artinya): “Bertaqwalah kalian kepada Allah sesuai dengan kemampuan kalian”, dan wajib atasnya menghadap qiblat kemanapun arah kendaraan berubah, karena firman Allah (yang artinya): “Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (Qs.Al-Baqarah:144) (Al-Muntaqaa min Fataawaa Syeikh Shalih bin Fauzaan 2/140-141 no:159)

Wallahu ta’aalaa a’lam.


Wudhu di Kondisi Terbatas, Mengusap Khuf, & Mengusap Jilbab

* Sumber dari muslimah.or.id

Ketika muslimah berwudhu di luar rumah. 
Menjawab hal ini, kondisi paling aman bagi muslimah adalah berwudhu di ruangan tertutup sehingga ketika muslimah hendak menyempurnakan mengusap atau membasuh anggota tubuh yang wajib dikenakan air wudhu, auratnya  tidak terlihat oleh orang-orang yang bukan mahramnya.

Bagaimana jika tidak ada ruangan tertutup? 
Di Mina saat itu (tahun 2011), tempat wudhu yang disediakan bagi wanita hanya ditutup oleh kain, sehingga misalnya ada yang keluar masuk atau lupa menutup, maka otomatis bisa terlihat dari luar. Selain itu tidak jarang tempat wudhunya berbau pesing, melebihi pesingnya KM. Ini dikarenakan banyaknya jamaah yang nekat buang air di tempat wudhu karena nggak tahan mengantri di kamar mandi. Biasanya jamaah yang sudah sepuh, atau yang memang bener2 kepepet dan nggak tahan nunggu lamanya antrian apalagi jika dibawah terik matahari.
Maka alternatif lain adalah dengan berwudhu di kamar mandi. Sebagian orang merasa khawatir dan ragu-ragu bila wudhu di kamar mandi wudhunya tidak sah karena kamar mandi merupakan tempat yang biasa digunakan untuk buang hajat. Sehingga kemungkinan besar terdapat najis di dalamnya.
Wudhu di kamar mandi hukumnya boleh. Asalkan tidak dikhawatirkan terkena/ terpercik najis yang mungkin ada di kamar mandi. Kita ingat kaidah yang menyebutkan “Sesuatu yang yakin tidak bisa hilang dengan keraguan.”
Keragu-raguan atau kekhawatiran kita terkena najis tidak bisa dijadikan dasar tidak bolehnya wudhu di kamar mandi, kecuali setelah kita benar-benar yakin bahwa jika wudhu di kamar mandi kita akan terkena/ terpeciki najis.
Jika kita telah memastikan bahwa lantai kamar mandi bersih dari najis dan kita yakin tidak akan terkena/ terperciki najis, maka insya Allah tak mengapa wudhu di kamar mandi.

Bolehkah mengucapkan basmallah di KM?
Pelafadzan “bismillah” di kamar mandi, menurut pendapat yang lebih tepat adalah boleh melafadzkannya di kamar  mandi. Hal ini dikarenakan membaca bismillah pada saat wudhu hukumnya wajib, sedangkan menyebut nama Allah di kamar mandi hukumnya makruh. Kaidah mengatakan bahwa makruh itu berubah menjadi mubah jika ada hajat. Dan melaksanakan kewajiban adalah hajat.

Kapan membaca dzikir sesudah wudhu?
Dzikir setelah wudhu dapat dilakukan setelah keluar kamar mandi, yaitu setelah membaca doa keluar kamar mandi. Untuk itu disarankan setelah berwudhu, tidak berlama-lama di kamar mandi (segera keluar).

Bagaimana kita yakin bahwa bila wudhu di kamar mandi kita akan terkena/ terperciki najis?
Dengan alasan terkena najis, maka sebaiknya tidak wudhu di kamar mandi atau disiram dulu sampai bersih.
Alternatif lainnya adalah dengan cara mengusap khuf. jaurab, dan jilbab tanpa harus membukanya. Pembahasan tentang ini masuk dalam bab mengusap khuf. Tentu timbul pertanyaan lain, bagaimana dengan tangan? Jika jilbab kita sesuai dengan syari’at, insya Allah hal ini bisa diatasi. Karena bagian tangan yang perlu dibasuh bisa dilakukan di balik jilbab kita yang terulur panjang. Sehingga tangan kita tidak akan terlihat oleh umum, insya Allah.

Definisi Khuf dan Jaurab
Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa khuf adalah sesuatu yang dipakai di kaki, terbuat dari kulit ataupun lainnya sedangkan jaurab adalah sesuatu yang dipakai di kaki, terbuat dari kapas dan semisalnya atau yang lebih dikenal oleh kebanyakan orang dengan kaos kaki.

Dalil bolehnya mengusap Khuf
Terdapat banyak hadits yang menunjukkan bolehnya mengusap khuf. Bahkan haditsnya mutawatir dari para sahabat sebagaimana al-Hasan al-Bashari rahimahullah dalam Al-Wajiz menyatakan, “Ada 70 sahabat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang menyampaikan kepadaku, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam biasa mengusap kedua khufnya.”
Adapun salah satu hadits yang menerangkan tentang hal ini adalah hadits dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu. Ia menuturkan, “Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan. Aku pun jongkok untuk melepas kedua sepatu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,
‘Biarkan saja sepatu itu, karena aku memakainya dalam keadaan suci.’
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengusap kedua sepatu tersebut.” (HR. Bukhari)
Dalil lain adalah hadits dari Jarir radhiallahu ‘anhu, dimana para ulama terkagum oleh hadits ini karena Jarir radhiallahu ‘anhu masuk Islam setelah turun surat al-Maaidah ayat 6,
“Maka, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepala dan basuhlah kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (Qs. al-Maaidah: 6)
Ayat tersebut menunjukkan kewajiban membasuh sampai dengan kedua mata kaki. Sedangkan Jarir radhiallahu ‘anhu tentu juga telah mengetahui ayat ini. Namun, ia pernah mengusap kedua khufnya setelah kencing. Kemudian ia ditanya oleh seseorang,
“Engkau melakukan ini?”
Ia menjawab, “Ya, (karena) saya pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing lalu berwudhu dengan mengusap di atas kedua khufnya.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no. 136)
Hal ini menunjukkan syari’at mengusap khuf ini tetap diamalkan dan tidak terhapus oleh surat al-Maaidah tersebut.

Syarat mengusap khuf
  1. Memakai khuf atau jaurab tersebut dalam keadaan suci.
    Sebagaimana dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa beliau memakainya dalam keadaan suci. Artinya kita dalam kondisi telah berwudhu (suci) sebelum mengenakan khuf tefrsebut. Adapun jika sucinya karena tayamum, maka tidak diperbolehkan mengusap khuf ketika berwudhu, dan wajib baginya membuka khuf ketika wudhu.
  2. Khuf atau jaurab tersebut juga dalam keadaan suci (tidak ada najis) dan bukan najis.
  3. Mengusapnya hanya karena hadats kecil. Adapun jika junub atau dalam keadaan yang mengharuskan kita mandi, maka khuf tersebut harus dilepas.
  4. Mengusapnya dalam waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat, yaitu sehari semalam untuk orang yang mukim (tidak safar) dan tiga hari tiga malam untuk orang yang safar.
Dan penentuan batasan waktu ini dimulai setelah pengusapan pertama. Misalnya, seseorang  yang mukim memakai khuf dalam keadaan suci. Kemudian ia mengusap khuf pada hari Senin pukul 15.00 WIB. Maka batasan akhir ia diperbolehkan mengusap khuf adalah hari Selasa pukul 15.00 WIB. Adapun jika ia musafir, kemudian ia mengusap khuf pertama kali pada hari Senin pukul 12.15 WIB, maka batasan akhir ia boleh mengusap khuf adalah hari Kamis pukul 12.15 WIB (dengan syarat ia tidak melakukan hal-hal yang menjadi pembatal bolehnya mengusap khuf).
Dalam mengusap khuf, tidak disyaratkan adanya niat bahwa ia nantinya akan bersuci dengan cara mengusap khuf.

Hal-hal yang membatalkan bolehnya mengusap Khuf
  1. Hadats yang mewajibkan mandi, seperti junub.
  2. Melepas khuf atau sejenisnya yang sedang dipakai,
  3. Telah habis batasan waktu bolehnya mengusap khuf.
Perlu diperhatikan bahwa berakhirnya masa diperbolehkan mengusap khuf tidaklah membatalkan keadaan suci yang masih dimiliki seseorang. Contohnya, seorang yang mukim dalam keadaan suci mengusap kaos kaki pukul 4.30 hari Selasa, dan pada pukul 4.00 hari Rabu ia wudhu dengan mengusap kaos kaki. Maka jika ia tetap dalam keadaan suci sampai pukul 4.35 atau setelahnya, ia tidak harus mengulangi wudhunya.
Untuk seseorang yang memakai dua kaos kaki dalam keadaan suci, jika ia mengusap kaos kaki bagian atas kemudian ia melepaskan bagian atas tersebut, ia diperbolehkan mengusap kaos kaki yang kedua pada wudhu berikutnya. Hal ini disebabkan ia memakai dua kaos kaki tersebut dalam keadaan suci. Namun, jika seseorang memakai kaos kaki satu lapis kemudian mengusap kaos kaki tersebut dan setelah itu ia memakai kaos kaki yang kedua. Maka ia tidak diperbolehkan mengusap kaos kaki yang kedua, karena ia mengenakannya dalam keadaan tidak suci.

Cara mengusap khuf
Cara mengusap khuf adalah dengan mengusap bagian atas khuf sekali secara bersamaan dengan kedua tangan; tangan kanan untuk kaki kanan dan tangan kiri untuk kaki kiri.

Cara mengusap kaos kaki
Mengusap kaos kaki adalah sama seperti mengusap khuf. Sebagaimana dalam hadits dari Mughirah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu, beliau mengusap kaos kaki dan sandalnya.” (HR. Abu Dawud)
Ibnu Qudamah menyebutkan bahwa apabila seseorang mengusap kaos kaki dan sandalnya secara bersama-sama hendaknya setelah mengusap tidak melepas sandalnya.(al-Mughni dalam Thaharah Nabi). Namun, bila seseorang melepas sandalnya, maka menurut pendapat yang rajih, ia boleh mengusap kaos kakinya ketika wudhu berikutnya. Hal ini sebagaimana keadaan orang yang memakai dua kaos kaki. Dan batasan waktunya terhitung dari usapan yang pertama.

Muslimah boleh berwudhu dengan tetap memakai jilbabnya
Sering kali, seorang muslimah berjilbab merasa kesulitan jika harus berwudhu di tempat umum yang terbuka. InMaksud hati ingin  berwudhu secara sempurna dengan membasuh anggota wudhu secara langsung. Akan tetapi jika hal itu dilakukan maka dikhawatirkan auratnya akan terlihat oleh orang lain yang bukan mahram. Karena anggota wudhu seorang wanita muslimah sebagian besarnya adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan menurut pendapat yang rojih (terkuat). Lalu, bagaimana cara berwudhu jika kita berada pada kondisi yang demikian?
Seorang muslimah diperbolehkan mengusap jilbabnya sebagai ganti dari mengusap kepala. Lalu apa dalil yang membolehkan hal tersebut?
Dalilnya adalah bahwasanya Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dulu pernah berwudhu dengan tetap memakai kerudungnya dan beliau mengusap kerudungnya. Ummu Salamah adalah istri dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka apakah Ummu Salamah akan melakukannya (mengusap kerudung) tanpa izin dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam? (Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyyah, 21/186, Asy Syamilah). Apabila mengusap kerudung ketika berwudhu tidak diperbolehkan, tentunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan melarang Ummu Salamah melakukannya.
Ibnu Mundzir rahimahullah dalam Al-Mughni (1/132) mengatakan, “Adapun kain penutup kepala wanita (kerudung) maka boleh mengusapnya karena Ummu Salamah sering mengusap kerudungnya.”
Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah berwudhu dengan mengusap surban penutup kepala yang beliau kenakan. Maka hal ini dapat diqiyaskan dengan mengusap kerudung bagi wanita.
Dari ‘Amru bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu, dari bapaknya, beliau berkata,
ุฑุฃูŠุช ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ّู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ّู…، ูŠู…ุณุญ ุนู„ู‰ ุนู…ุงู…ุชู‡ ูˆุฎูَّูŠู‡
“Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas surbannya dan kedua khufnya.” (HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari (1/308 no. 205) dan lainnya)
Juga dari Bilal radhiyallahu ‘anhu,
ุฃู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ّู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ّู…، ู…ุณุญ ุนู„ู‰ ุงู„ุฎููŠู† ูˆุงู„ุฎู…ุงุฑ
“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap kedua khuf dan khimarnya.” (HR. Muslim (1/231) no. 275)

Dalam kondisi apakah seorang wanita diperbolehkan untuk mengusap kerudungnya ketika berwudhu?
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “(Pendapat) yang masyhur dari madzhab Imam Ahmad, bahwasanya seorang wanita mengusap kerudungnya jika menutupi hingga di bawah lehernya, karena mengusap semacam ini terdapat contoh dari sebagian istri-istri para sahabat radhiyallahu ‘anhunna. Bagaimanapun, jika hal tersebut (membuka kerudung) menyulitkan, baik karena udara yang amat dingin atau sulit untuk melepas kerudung dan memakainya lagi, maka bertoleransi dalam hal seperti ini tidaklah mengapa. Jika tidak, maka yang lebih utama adalah mengusap kepala secara langsung.” (Majmu’ Fatawawa Rasaail Ibni ‘Utsaimin (11/120), Maktabah Syamilah)
Syaikhul Islam IbnuTaimiyyah rahimahullah mengatakan, “Adapun jika tidak ada kebutuhan akan hal tersebut (berwudhu dengan tetap memakai kerudung -pen) maka terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama (yaitu boleh berwudhu dengan tetap memakai kerudung ataukah harus melepas kerudung -pen).”(Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah (21/218))
Dengan demikian, jika membuka kerudung itu menyulitkan misalnya karena udara yang amat dingin, kerudung sulit untuk dilepas dan sulit untuk dipakai kembali, dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk membuka kerudung karena dikhawatirkan akan terlihat auratnya oleh orang lain atau udzur yang lainnya maka tidaklah mengapa untuk tidak membuka kerudung ketika berwudhu. Namun, jika memungkinkan untuk membuka kerudung, maka yang lebih utama adalah membukanya sehingga dapat mengusap kepalanya secara langsung.

Tata Cara Mengusap Kerudung
Adapun mengusap kerudung sebagai pengganti mengusap kepala pada saat wudhu, menurut pendapat yang kuat ada dua cara, diqiyaskan dengan tata cara mengusap surban, yaitu:

1. Cukup mengusap kerudung yang sedang dipakai.
Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh ‘Amr bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu dari bapaknya,
“Aku pernah melihat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas surbannya dan kedua khufnya.”
Surban boleh diusap seluruhnya atau sebagian besarnya [2]. Karena kerudung bagi seorang wanita bias diqiyaskan dengan surban bagi pria, maka cara mengusapnya pun sama, yaitu boleh mengusap seluruh bagian kerudung yang menutupi kepala atau boleh sebagiannya saja. Akan tetapi, jika dirasa sulit untuk mengusap seluruh kerudung, maka diperbolehkan mengusap sebagian kerudung saja yaitu bagian atasnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Amr bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu di atas.

2. Mengusap bagian depan kepala (ubun-ubun) kemudian mengusap kerudung.
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu,
ุฃู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ّู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ّู…، ุชูˆุถุฃ، ูˆู…ุณุญ ุจู†ุงุตูŠุชู‡ ูˆุนู„ู‰ ุงู„ุนู…ุงู…ุฉ ูˆุนู„ู‰ ุฎููŠู‡
“Bahwa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu mengusap ubun-ubunnya, surbannya, dan juga khufnya.” (HR. Muslim (1/230) no. 274)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,
ุฑุฃูŠุชُ ุฑุณูˆู„َ ุงู„ู„ّู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูŠุชูˆุถุฃ ูˆุนู„ูŠู‡ ุนู…َุงู…ุฉ ู‚ุทْุฑِูŠَّุฉٌ، ูَุฃุฏْุฎَู„َ ูŠَุฏَู‡ ู…ِู†ْ ุชุญุช ุงู„ุนู…َุงู…َุฉ، ูู…ุณุญ ู…ُู‚ุฏَّู…َ ุฑุฃุณู‡، ูˆู„ู… ูŠَู†ْู‚ُุถِ ุงู„ุนِู…ًุงู…َุฉ
“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, sedang beliau memakai surban dari Qatar. Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah surban untuk menyapu kepala bagian depan, tanpa melepas surban itu.” (HR. Abu Dawud)
Syaikhul Islam IbnuTaimiyah rahimahullah berkata, “Jika seorang wanita takut akan dingin dan yang semisalnya maka dia boleh mengusap kerudungnya. Karena sesungguhnya Ummu Salamah mengusap kerudungnya. Dan hendaknya mengusap kerudung disertai dengan mengusap sebagian rambutnya.” (Majmu’ Fatawa Ibni Taimiyah (21/218), Maktabah Syamilah).

Maka diperbolehkan bagi seorang muslimah untuk mengusap kerudungnya saja atau mengusap kerudung beserta sebagian rambutnya. Namun, untuk berhati-hati hendaknya mengusap sebagian kecil dari rambut bagian depannya beserta kerudung, karena jumhur ulama tidak membolehkan hanya mengusap kerudung saja, sebagaimana diungkapkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari. (Lihat Fiqhus Sunnah lin Nisaa, Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim)

Mengusap perban (jabiirah).
Pada asalnya yang disebut sebagai jabiirah adalah sesuaatu yang digunakan untuk membalut tulang yang patah. Adapun menurut ‘urf (umumnya anggapan) ulama ahli fiqh adalah sesuatu yang diletakkan pada anggota ibadah bersuci (seperti wudhu), karena adanya suatu kebutuhan tertentu. Misalnya gips yang digunakan untuk menambal tulang yang patah atau dapat pula berupa perban yang digunakan pada anggota badan yang terluka. Maka mengusap yang semacam ini dapat menggantikan kewajiban membasuh.
Sebagai contoh seandainya ada seseorang yang akan berwudhu, sedang ditangannya ada perban yang digunakan untuk menutupi luka di tangannya maka mengusap perban dapat menggantikan membasuh tangan bagi orang tersebut.

Dalil dibolehkannya mengusap perban.
Adapun dalil yang menyebutkan bolehnya mengusap jabiirah (perban) adalah hadits yang diriwayatkan dari shahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu,
ุฎุฑุฌู†ุง ููŠ ุณَูَุฑٍ , ูَุฃุตَุงุจَ ุฑَุฌُู„ًุง ู…ِู†َّุง ุญุฌุฑ , ูุดุฌู‡ ููŠ ุฑุฃْุณู‡ِ , ุซู…ِّ ุงุญุชู„ู… , ูุณุฃู„ ุฃุตุญุงุจู‡ : ู‡ู„ ุชุฌุฏูˆู† ู„ูŠ ุฑุฎุตุฉً ููŠ ุงู„ุชูŠู…ู… ؟ ู‚ุงู„ูˆุง : ู…ุง ู†ุฌุฏ ู„ูƒ ุฑุฎุตุฉ ูˆ ุฃู†ุช ุชู‚ุฏุฑ ุนู„ู‰ ุงู„ู…ุงุก , ูุงุบุชุณู„ , ูู…ุงุช , ูู„ู…ّุง ู‚ุฏู…ู†ุง ุนู„ู‰ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆ ุณู„ู… ุฃุฎุจุฑ ุจุฐู„ูƒ , ูู‚ุงู„ : ู‚ุชู„ูˆู‡ ู‚ุชู„ู‡ู… ุงู„ู„ู‡ , ุฃู„ุง ุณุฃู„ูˆุง ุฅุฐุง ู„ู… ูŠุนู„ู…ูˆุง , ูุฅู†ّู…ุง ุดูุงุก ุงู„ุนูŠ ุงู„ุณุคุงู„ , ุฅู†ู…ุง ูƒุงู† ูŠูƒููŠู‡ ุฃู† ูŠุชูŠู…ู… , ูˆ ูŠุนุตุจ ุนู„ู‰ ุฌุฑุญู‡ ุฎุฑู‚ุฉ , ุซู… ูŠู…ุณุญ ุนู„ูŠู‡ุง
Kami keluar untuk bersafar, kemudian salah seorang di antara kami ada yang terkena batu maka terlukalah kepalanya. Kemudian orang tersebut mimpi basah, lalu orang tersebut bertanya kepada sahabat-sahabatnya : “Apakah kalian mendapati untukku keringanan untuk bertayamum?” mereka menjawab: “Kami tidak mendapatkan adanya keringanan bagimu sedang kamu mampu untuk menggunakan air.” Kemudian orang tersebut mandi lalu meninggal. Kemudian setelah kami sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam aku memberitahukan kepada beliau tentang hal ini, kemudian beliau bersabda: “Mereka telah membunuhnya semoga Allah membunuh mereka, mengapa mereka tidak mau bertanya jika mereka tidak tahu, sesungguhnya obat dari tidak tahu adalah bertanya. Sesungguhnya cukup baginya untuk bertayamum dan menutup lukanya tersebut dengan potongan kain, kemudian dia cukup untuk mengusapnya.” (HR. Abu Daud).

Terdapatnya luka pada anggota wudhu terbagi menjadi beberapa tingkatan:
  1. Luka tersebut dalam keadaan terbuka dan tidak membahayakan baginya jika terkena air. Dalam keadaan ini tetap wajib untuk membasuh anggota badan yang luka tersebut.
  2. Luka tersebut terbuka akan tetapi dapat membahayakan jika terkena air. Dalam keadaan ini wajib untuk mengusap anggota badan tersebut tanpa harus membasuhnya.
  3. Luka tersebut terbuka dan dapat membahayakan jika dibasuh maupun diusap, dalam keadaan ini maka cukup dengan diberi tayamum.
  4. Luka tersebut tertutup oleh perban atau yang semacamnya, dalam keadaan ini maka yang diusap adalah penutup luka, sebagai ganti membasuh anggota badan yang di bawahnya
Tata cara mengusap perban
Tata cara mengusap perban atau semisalnya adalah dengan mengusap seluruh bagian perban, karena pada asalnya mengusap perban adalah sebagai pengganti dari anggota badan yang diperban. Sementara disebutkan dalam sebuah kaidah: “Hukum pengganti adalah sama dengan yang digantikan”. Mengusap perban adalah ganti dari membasuh. Sebagaimana ketika membasuh kita wajib menyiramkan air ke seluruh bagian anggota wudhu, demikian juga mengusap perban maka wajib untuk mengusap seluruh bagian perban. Adapun mengusap khuf keadaannya berbeda, karena mengusap khuf merupakan keringanan syariat, dan terdapat tata cara khusus yang dijelaskan dalam sunnah tentang dibolehkannya mengusap sebagiannya saja.

Tata Cara Wudhu


Wudhu tanpa keran.

Selama haji dikarenakan lokasi yang mungkin sedang tidak berdekatan dengan tempat wudhu, atau kondisi yang penuh, menjadikan kita terpaksa berwudhu di tempat air zamzam memakai botol plastik atau cup tempat zamzam tadi. Video ini  memberikan sedikit gambaran bagaimana caranya mengambil air wudhu tanpa menggunakan keran. Hampir sama. Hanya jika memakai botol/cup, maka airnya dituangkan sedikit demi sedikit ke telapak tangan. Jika memakai botol spray, maka disemprotkan dulu airnya secara merata di anggota wudhu yang akan dibasuh. Sebenarnya saya pribadi, kurang sreg wudhu pakai spray karena kurang memadai jika dipakai berkumur & istinsyaq (menghirup air lewat hidung). Sementara ada pendapat yg kuat bahwa berkumur & istinsyaq ini termasuk fardhu/rukun wudhu, yaitu termasuk bab mengusap wajah. Jika terpaksa pakai spray, baiknya air tetap dituang ke telapak tangan ketika hendak berkumur & intinsyaq. Wallahu Alam.



Video Wudhu dengan keran.



Tata Cara Wudhu Muslimah disertai Gambar.
*Sumber dari sini. Disusun oleh: Ummu Ziyad, Muroja’ah: Ust. Aris Munandar

Percikan-percikan air itu membasahi poni-poni yang menyembul keluar dari jilbab yang telah kulonggarkan sedikit karena berada di tempat umum. Setelah mengambil sedikit air dari pancuran mushola di lantai basement mall besar itu, aku mulai membasahi kedua telingaku. Baru kemudian kubasahi kedua kakiku, kanan kiri… kanan kiri sampai tiga kali. Seperti itulah wudhu yang kukerjakan sampai sekitar empat tahun yang lalu. Rasanya sedih menjadi orang yang menyedihkan. Hanya dari tiga gerakan wudhu yang kusebutkan, tetapi aku telah pula melakukan lebih dari tiga kesalahan.
Pertama, ternyata tidak ada gerakan wudhu hanya sekedar membasahi ujung rambut seperti yang kulakukan. Kedua, gerakan membasuh rambut dan telinga dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan satu kali pengambilan air. Ketiga, gerakan pengulangan tiga kali dilakukan per anggota tubuh, bukan bergantian kanan kiri seperti itu. Keempat aku membiarkan anggota tubuhku (bagian kaki) terbuka di depan umum begitu saja. Kelima, jikapun aku menginginkan jilbabku tetap terpakai agar tidak terlihat aurat rambutku, maka ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun juga telah memberitahukan caranya.
Begitulah kita jika melakukan sesuatu hanya berdasarkan ilmu yang sedikit dan sekedarnya. Padahal tahu sendiri kalau wudhu itu adalah salah satu syarat sahnya shalat. Mungkin bisa dibayangkan berapa banyak kesalahan dalam shalat yang aku lakukan pada saat itu. Alhamdulillah, Allah memberi hidayah kepadaku untuk menyadari kesalahan itu dan memudahkan aku untuk mempelajari tata cara yang benar untuk wudhu dan shalat. Mudah-mudahan Allah juga memudahkan engkau wahai ukhti muslimah, jika kesalahan yang sama masih ada padamu. Aamiin ya mujibas saailiin.

Secara sederhana, wudhu yang sesuai diajarkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dapat kita lakukan seperti ini:

Pertama, hadirkan niat dalam hatimu untuk berwudhu. Apapun ibadah yang kita lakukan tentu saja hanya kita niatkan untuk ibadah kepada Allah semata. Dan begitu banyak aktifitas harian kita yang dapat kita niatkan untuk ibadah. Nah… untuk semua niat ibadah itu, maka kita tidak perlu melafalkannya (mengeluarkan dengan suara). Apalagi mengkhususkan bacaan tertentu. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukannya.
Kedua, bacalah bismillah.

Ketiga, basuhlah kedua telapak tanganmu 3 kali
.
basuh tangan 3kali

Keempat, berkumur-kumurlah dan masukkan air ke hidung dengan sungguh-sungguh dengan telapak tangan kanan. Kemudian keluarkan air tersebut dengan tangan kiri.


Kelima, basuhlah mukamu. Muka di sini tentu saja bagian yang telah kita kenal, yaitu bagian wajah dari batas telinga kanan ke telinga kiri, dan dari tempat mulai tumbuhnya rambut sampai dagu. Untuk yang telah memiliki suami atau saudara laki-laki, perlu juga diingatkan untuk membasuh jenggot yang ada karena ia juga termasuk sebagai anggota wajah.


Keenam, membasuh tangan dimulai dengan tangan kanan.
Basuhan yang sempurna adalah basuhan yang dimulai dari ujung-ujung jari hingga siku, kemudian menggosok-gosok lengan, membasuh siku dan membersihkan sela-sela jemari. Setelah tangan kanan selesai, baru dilanjutkan membasuh dengan cara yang sama untuk tangan kiri.


Ketujuh, mengusap kepala satu kali.
Kalau anggota wudhu lainnya dianjurkan dibasuh sampai tiga kali, maka bagian ini hanya satu kali usapan (walaupun terkadang kita disarankan mengusapnya 3 kali). Bagian kepala yang dimaksud adalah seluruh rambut kita dan telinga kita. Praktek yang dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah membasahi kedua telapak tangan dengan air, kemudian mengusap mulai dari kepala bagian depan, diusap sampai ke belakang, kemudian dibalikkan lagi usapan itu ke depan dan langsung dilanjutkan mengusap telinga dengan cara memasukkan jari telunjuk ke lubang telinga sedangkan ibu jari mengusap daun telinga bagian luar. Bingung? Coba lihat gambar di bawah. Insya Allah mudah.


Kedelapan, membasuh kaki dimulai dari kaki kanan.
Membasuh kaki secara sempurna adalah dengan cara membasuh ujung-ujung jari kaki sampai mata kaki, mencuci mata kaki dan membersihkan sela-sela jari kaki. Setelah selesai membasuh kaki kanan, maka dilanjutkan dengan kaki kiri dengan cara yang sama.


Kemudian kita disunnahkan membaca dzikir setelah wudhu. Ada berbagai macam dzikir setelah wudhu yang dicontohkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang dapat kita baca. Salah satunya adalah bacaan berikut
ุฃَุดْู‡َุฏُ ุฃَู†ْ ู„ุงَ ุฅู„َู‡َ ุฅِู„ุงَّ ุงู„ู„ู‡ ูˆَุญْุฏَู‡ُ ู„ุงَ ุดَุฑِูŠْูƒَ ู„ู‡ ูˆَ ุฃَุดْู‡َุฏُ ุฃَู†َّ ู…ُุญَู…َّุฏً ุนَุจْุฏُู‡ُ ูˆَ ุฑَุณُูˆْู„ُู‡ُ
Artinya, “Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang layak disembah kecuali Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”
Selesai.
Mudah bukan? Insya Allah… Kesemua gerakan wudhu tersebut terangkum dalam cara wudhu yang diperlihatkan oleh sahabat Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu sebagaimana diceritakan oleh Humran bekas budak beliau,
Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu meminta air wudhu. (Setelah dibawakan), ia berwudhu: Ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidungnya, kemudian mencuci wajahnya tiga kali, lalu membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, kemudian membasuh tangannya yang kiri tiga kali seperti itu juga, kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kedua mata kakinya tiga kali kemudian membasuh yang kiri seperti itu juga. Kemudian mengatakan,
“Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berwudhu seperti wudhuku ini lalu Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian berdiri dan ruku dua kali dengan sikap tulus ikhlas, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.’” (Muttafaq ‘alaihi)

Jangan lupa ya saudariku, praktekkan ilmu yang singkat namun sangat urgent ini!

Maraji:

  1. Al Wajiz. Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi. Pustaka As-Sunnah. Cet. 2
  2. Thaharah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf. Media Hidayah. Cet 1 2004
  3. Catatan Kajian Al Wajiz bersama Ustadz Muslam 15 Maret 2004